Selasa, 08 November 2016

FILSAFAT PENDIDIKAN

KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Assalamu’alaikum wr,wb.
Alhamdulillahi robbil’alamiin,,Puja dan puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmad dan hidayahNya kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP TUHAN, ALAM DAN MANUSIA MENURUT IBN THUFAIL”.makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Islam serta memberikan pengetahuan baru bagi penulis dan pembaca mengenai Konsep Tuhan,Alam dan Manusia Menurut Ibn Thufail.
Terimakasih kami ucapkan kepada pihak yang telah membantu,sehingga makalah ini bisa tersusun dengan baik,diantarnya:
1.      YOGI PRANNA IZZA.M.Pd.I, selaku dosen filsafat islam.
2.      Teman sejawat yang telah menyumbangkan ilmu dan informasinya.
Semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi kami khususnya dan orang lain yang telah membaca makalah ini umumnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dengan tujuan agar makalah ini selanjutnya akan menjadi lebih baik. Aamiin.
Wassalamu’alaikum wr,wb.

Bojonegoro,    Oktober 2014
penyusun

 











DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………..    i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….   ii
BAB 1        PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ………………………………………………..   1              
B.     Rumusan Masalah …………………………………………….   1
C.     Tujuan pembahasan …………………………………………...   1
BAB II       PEMBAHASAN
A.    Biografi Ibn Thufail……………………….........................          2
B.     Perkembangan Filsafat Pada Masa Ibnu Thufail ................           3
C.     Filsafat Ibnu Tufail .............................................................           4
1.      Metafisika (Ketuhanan) .................................................          5
2.      Alam ..............................................................................          6
3.      Jiwa .................................................................................        6
4.      Epistemologi…………..................................................           7
BAB IV     PENUTUP
A.  Kesimpulan …………………………………………………..      9
B.  Saran ................................................................ .........................    9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………..........                 10


 BAB I
PENDAHULUN

A.    Latar Belakang
Pada zaman pertengahan, Islam di Barat dan Timur telah mencapai puncaknya. Baik dalam pemerintahan maupun ilmu pengetahuan. Tapi Islam di Barat (Spanyol) lebih menjadi perhatian dunia ketika mampu mentranfer khazanah-khazanah Islam di Timur. Dan bahkan mengembangkannya. Filsuf-filsuf yang karya-karya besarnya banyak dikaji dunia, lahir di kota ini. Diantaranya, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd dan masih banyak lagi yang lainnya.
Ibnu Thufail dikatakan orang berada di suatu tingkat yang ajaib dalam ilmunya, yakni berada dalam tingkat mistik yang penuh kegembiraan. Beberapa orang menganggapnya sebagai orang panteis orang yang menganggap tidak ada beda lagi antara dirinya dengan Tuhan. Anggapan ini ternyata salah. Ia sebenarnya hanya seperti juga Al Ghazali , merasa telah mencapai tingkat ma’rifat yang tinggi seperti katanya: ”Fakana makana mimma lastu adkuruhu. Fadhonnu khoiran wala tasal anil khobari.” (terjadilah sesuatu yang tidak akan disebutkan akan tetapi sangkalah dia sebagai suatu kebaikan juga, dan jangan tanya tentang beritanya).
Ibnu Thufail yang menjadi kajian dalam makalah ini, juga mampu menyihir para cendekiawan dunia dengan karya monumentalnya, Hayy Ibnu Yaqzhan. Salah satu karya yang tersisa dalam sejarah pemikirannya. Risalah atau novel alegori yang bertajuk filosofis-mistis itu, menyita banyak perhatian. Hayy ibnu Yaqzhan adalah refleksi dari pengalaman filosofis-mistis Ibnu Thufail. Dimana karya itu tidak lepas dari penbacaan ulang atau pengaruh dari pemikiran Ibnu Shina. Namun Ibnu Thufail di sini menghadirkan karya yang berbeda.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsep Tuhan menurut ibn thufail ?
2.      Bagaimanakah konsep Alam menurut ibn thufail?
3.      Bagaimanakah konsep Manusia menurut ibn thufail?
C.    Tujuan Pembahasan
1.        Dapat mengetahui sejarah atau biografi dari ibn thufail.
2.        Dapat memahami knsep ketuhanan menurut ibn thufail.
3.        Dapat memahami knsep alam menurut ibn thufail.
4.        Dapat memahami knsep manusia menurut ibn thufail.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Ibnu Thufail
Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibn Abd Al-Malik ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail Al-Qaisyi, di Barat dikenal dengan abudecer. Ia adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari Spanyol.Ibnu Thufail lahir pada tahun 506 H/1110 M atau pada Abad VI H/XIII M di kota Guadix, Provinsi Granada. Keturunan Ibnu Thufail termasuk keluarga suku arab yang terkemuka, yaitu suku Qaisy.
Karier Ibnu Thufail bermula sebagai dokter praktik di Granada. karena ketenaran atas jabatan tersebut, maka ia diangkat menjadi Sekretaris Gubenur di Provinsi itu.pada tahun 1154 M (549 H). Ibnu Thufail menjadi sekretaris pribadi gubernur Ceuta dan Tangier, pengusaha muwahhid Spanyol pertama yang merebut Maroko. Dan dia menjabat dokter tinggi dan menjadi qhadi di pengadilan pada kholifah Mawahhid Abu Ya’qub Yusuf (558 H/1163 M-580 H./ 1184 M ).
Ibnu Thufail adalah seorang dokter, filosof, ahli matematika dan penyair yang sangat terkenal dari mawahhid spanyol, akan tetapi sedikit karya-karyanya yang di kenal orang.Ibnu Khotib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengobatan itu sebagai karyanya. Al Bitruji (muridnya) dan ibnu rusyd percaya bahwa dia memiliki gagasan-gagasan astonomis asli. Al-Bitruji membuat sangkalan atas teori ptolemeos mengenai epicycles dan eccentric cirles, yang dalam kata pengantar dari karyanya kitab Al-Hai’ah dikemukakannya sebagai sumbangan dari gurunya Ibnu Thufail. dengan mengutip perkataan Ibnu Rusyd, Ibn Abi Usaibiah menganggap fi al buqa’Al maskunah wal-ghair Al maskunah sebagai karya Ibnu Thufail, tapi dalam catatan ibnu rusyd sendiri acuan semacam itu tidak dapat ditemukan.Al-Marrakushi, yang ahli sejarah itu mengaku telah melihat naskah asli dari salah satu risalahnya mengenai ilmu keTuhanan. Miquel Casiri ( 1112 H/1710 M -1205 H/1790 M ) menyebutkan dua karya yang masih ada: risalah Hayy ibn Yaqzan dan asrar Al hikmah Al mashariqiyah, yang disebut terakhir ini berbentuk naskah.kata pengantar dari asrar menyebutkan bahwa risalah itu hanya merupakan satu bagian dari risalah Hayy Ibn Yaqzan, yang judul lengkapnya ialah Risalah Hayy Ibn Yaqzan fi Asrar Al hikamat Al mashariqiyah.

B.     Perkembangan Filsafat Pada Masa Ibnu Thufail
Pemikiran dan hasil karya para tokoh Islam khususnya dalam bidang filsafat tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dan politik pada masanya, begitu juga masa-masa sebelumnya. Karena pemikiran merupakan produk budaya dari sebuah masyarakat, dimana seseorang itu hidup, tumbuh dan dibesarkan. Pada massa kekuasaan Umayyah, Abad pertengahan, Islam pernah berjaya di Cordova Spanyol. Waktu itu cordova menjadi salah satu pusat peradaban dunia.
Budaya seni, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang disana. Tokoh-tokoh besar Islam juga banyak yang lahir di sana. Seperti Ibnu Bajjah, Ibnu Masarrah, Ibnu ‘Arabi, Ibnu Hazm, asy-Syathibi dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka ini berhasil menempatkan filsafat sebagai kajian yang berkembang disana. Seperti yang dikatakan Abed al-Jabiri, para tokoh tersebut telah berhasil membangun tradisi nalar kritis yang ditegakkan di atas struktur berfikir demonstratif (nizham al-aql al-burhani). Atau yang kemudian dikenal sebagai “epistemologi burhani”.
Oleh karena itu, sebenarnya tradisi pemikiran filsafat sudah diterapkan sejak dinasti Umayyah berdiri. Tradisi-tradis keilmuan lain, seperti syari’ah, mistis (tasawuf), dan iluminis (Isyraqi) juga terus mengalami pekembangan. Tradisi-tradisi keilmuan seperti inilah yang nantinya mempengaruhi pemikiran Ibnu Thufail. Walaupun perkembangan keilmuan ini mengalami pasang-surut mengikuti kondisi politik pemerintahan yang sedang berkuasa.
Kegiatan intelektual di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat perhatian penuh pada masa khalifah al-Hakam al-Mustanshir Billah (961-976), putra dari khalifah pertama, Abdurrahman ad-Dakhil. Pada masa ini juga dapat dikatan semaraknya transmisi keilmuan dari Timur ke Barat. Karena setelah pendirian lembaga ilmu pengetahuan tidak cukup menampung murid lagi, para cendikian muslim di Barat berhijrah ke Timur yaitu mulai dari Mesir, syam, Hijaz, hingga ke Baghdad untuk menuntut ilmu.
Al-hakam sangat cinta dengan ilmu pengetahuan, sehingga ia bersedia menanggung biaya untuk tujuan ekspedisi ke berbagai Negara. Itulah yang menjadi faktor utama bagi kegemaran umat Islam untuk menuntut ilmu dan mendalami buku-buku filsafat. Menyangkut hal ini, penulis sejarah filsafat dalam Islam, De Boer berpendapat bahwa peradaban yang dicapai pada masa al-Hakam lebih megah dan lebih produktif daripada yang dicapai oleh dunia Islam Timur.
Seiring berjalannya waktu, sejarah mengatakan tidak selamanya zaman keemasan ini berlangsung hidup. Setelah tampuk kekuasaan digantikan oleh putra al-Hakam, Hisyam al-Mu’ayyid Billah. Karena dia lebih cenderung kepada pengetahuan syari’at dan anti filsafat. Akhirnya kegiatan intelektual pun kembali fakum dan ajaran filsafat kembali dikatan sesat.
Walaupun kondisi sangat tidak mendukung, kegiatan menekuni filsafat dilakukan secara sembunyi. Sampai akhirnya berdirilah dinasti al-Muwahhidin, dimana ketika pemerintahan dipegang oleh Abu Ya’qub Yusuf al-Mansur (558-580 H) filsafat mulai terlihat titik terangnya. Masa inilah Ibnu Thufail hidup dengan menekuni bidang filsafat. Kedekatannya dengan penguasa, bahkan dipercaya sebagai dokter dan penasehat pribadi khalifah, maka kegiatan filsafat mulai diterima kembali. Tapi hanya dalam lingkungan istana atau terbatas pada kaum elit saja.
Masyarakat masih menganggap filsafat sebagai ajaran yang sesat dan bertentangan dengan agama Islam. Dalam situasi yang tidak kondusif inilah Ibnu thufail terus menggali keilmuannya, sehinga lahir karyanya “Hayy ibnu yaqzhan”. Dan dapat disimpulkkan mengapa Ibnu Thufail menggunakan bahasa symbol dalam karyanya tersebut. Dengan bahasa yang sederhana, diharapkan masyarakat akan mudah memahami dan lambat laun menerima filsafat sebagai kajian keilmuan. Bahkan sebagai metode berfikir dan cara pandang hidup.
C.    Filsafat Ibnu Tufail
Filsafat ibnu Thufail merupakan pemikiran yang baru dalam filsafat islam yang belum pernah dilakukan para filosof muslim sebelumnya. Terutama dalam hal pembuktian adanya tuhan. Penjabaran yang diberikan ibnu Thufail cukup gamlang dan dapat dipahami oleh nsemua golongan orang. Berbeda dengan Ibnu Sina. Pembagian wajib al wujud min ghairih dan mumkin al wujud bi dzatihi, seperti yang dikatakan Prof. Dr. H . Sirajudin Zar, yang dikutib dari Muhammad Athif Al Iraqiy, agak membingungkan. Karena dalam konsep Wajib ada unsur mumkin.
Secara umum, pemikiran filsafat ibnu Thufail dapat kita lihat dalam karyanya: Hay Ibnu Yaqhan. Roman Filsafat itu menggambarakan orang yang mempunyai akal fikiran sebagai fitroh bagi setiap manusia. Absal merupakan orang yang berilmu dan beragama islam, dimana ilmunya telah dilengkapi dengakan wahyu. Sedangkan salman menggambarkan tentang masyarakat.
Sebagaimana diketahui, Ibnu Thufail tidak merasa puas dengan filsafat Al Ghazali untuk mencari kebahagiaan dan kebenaran tuhan, tetapi lebih cendrung kepada perenungan fikiran sebagaimana dilakukan Al Farabi. Ibnu Thufail termasuk pengikut aliran Kontemplatif filsafat arab yang disebut isyrok, suatu teori neo platonisme kuno dan dekat dengan aspirasinya kepada mistik modern. Menurut Amir Ali, sebagaimana dikutip oleh Muslim Ishak dalam buku Tokoh-tokoh Filsafat Islam Dari Barat, Filsafat Kontemplatif Ibnu Thufail tidak didasarkan atas exsaltasi mistik, tetapi atas suatu mode yang mana intuisi digabungkan dengan pencarian akal. Hal ini dapat dilihat sebagaimana dalam kisah Hay, dimana, akal memiliki perkembangan yang berngsur-angsur dan berturut-turut dari seseorang yang tidak mendapat asupan pendidikan dari luar.
1.  Metafisika (Ketuhanan)
Seperti para filosof sebelumnya, ibnu Thufail memulai filsafatnya dengan filsafat ketuhanan. Dalam membuktikan adanya tuhan ibnu Thufail mengemukakan tiga argument sebagai berikut:
a.       Argumen Gerak
Gerak alam menjadi bukti adanya Allah. Baik bagi orang yang meyakini alam baharu maupun bagi orang yang yang meyakini alam kadim. Bagi orang yang meyakini alam itu baharu, gerak alam berarti dari ketiadaan hingga alam itu ada (diciptakan). Oleh karena itu, keberadaan alam dari ketiadaan itu mestilah membutuhkan pencipta yaitu Allah. Sementara bagi orang yang mengatakan bahwa alam itu kadim, gerak alam berarti tidak berawal dan tidak berakhir. Karena zaman tidak mendahuluinya, arti gerak ini tidak didahului oleh diam. Disini, penggerak alam (Allah) berfungsi mengubah materi dari alam potensial ke actual. Mengubah dari satu bentuk kebentuk yang lain.
Sirajuddin Zar dalam buku filsafat islam, Filosof dan filsafatnya mengatakan, inilah letak keistimewaan argumen gerak ibnu thufail, yakni dapat dipahami oleh semua golongan. Dengan argumen diatas, secara tidak langsung, Ibnu Thufail memperkuat argumentasi bahwa tanpa wahyu akal dapat mengetahui adanya Allah.
b.      Argumen Materi
Argumen gerak Ibnu Thufail juga digunakan untuk mebuktikan adanya tuhan. Argumen ini didasarkan pada ilmu fisika yang masih ada korelasinya dengan argumen yang pertama (al harakat). Hal ini dikemukakan Ibnu Thufail dalam kelompok pikiran yang terkait satu sama lain yakni, segala yang ada tersusun dari materi dan bentuk, setiap materi membutuhkan bentuk, bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak dan segala yang ada untuk bereksistensi membutuhkan pencipta.
Bagi yang meyakini alam itu kadim, pencipta ini berfungsi mengeksistensikan wujud dari suatu bentuk ke bentuk yang lain. Sementara bagi yang meyakini alam itu baru, pencipta berfungsi menciptakan dari ketiadaan menjadi ada. Pencipta disini, merupakan ilat (sebab) dan alam merupakan ma’lul (akibat).
c.       Argumen Alghaiyyat dan Al-inayat al ilahiyat
Argumen ini sebenarnya pernah dikemukakan oleh Ibnu Sina. Tiga sebab yang dikemukakan oleh aristoteles yaitu materi, bentuk dan pencipta. Ibnu sina melengkapinya dengan ilat al ghaliyat, sebab tujuan.
Menurut Ibnu Thufail, bahwa segala yang ada di alam ini memiliki tujuan. Tertentu. Ini merupakan inayah dari Allah. Ibnu thufail yang berpegang pada argument ini sesuai dengan Al qur’an, menolak bahwa alam diciptakan secara kebetulan. Alam ini, masih menurut ibnu Thufail, sangat rapi dan sangat teratur. Semua planet, begitu juga jenis hewan dan anggota tubuh pada manusia memiliki tujuan tertentu. Demikian tiga argument yang dikemukakan Ibnu Thufail.
Adapun mengenai Dzat Allah, Ibnu Thufail sependapat dengan kaum Mu’tazilah sifat-sifat Allah yang maha sempurna tidak berlainan dengan Dzat-Nya. Allah berkuasa bukan dengan sifat ilmu dan kudrat yang dimiliki. Melainkan dengan Dzat Allah itu Sendiri.
2.  Alam
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai golongan yang mengakui bahwa alam itu baru atau mereka yang mengakui alam itu kadim. Mengenai alam ini, Ibnu Thuifail merupakan penganut keduanya. Ia mempercayai bahwa alam itu baru sekaligus alam itu kadim. Alam itu kadim, menurut Ibnu Thufail, karena ia diciptakan sejak azali, tanpa di dahului zaman. Alam disebut baru karena ia membutuhkan dan bergantung pada  Dzat Allah.
Ibnu Thufail mencontohkan, ketika seseorang menggenggam suatu benda, kemudian ia gerakkan benda tersebut, maka benda itu mesti bergerak mengikuti gerak tangan orang tersebut. Gerakan benda tersebut tidak terlambat dari segi zaman dan hanya terlambat dari segi zat. Demikian alam ini, keseluruhan merupakan akibat dan diciptakan Allah tanpa zaman.
3.  Jiwa
Jiwa menurut Ibnu Thufail adalah makhluk yang tertinggi martabatnya. Manusia Terdiri dari dua Unsur yakni jasad dan roh (al-madat al ruh). Badan tersusun dari unsur-unsur sedangkan jiwa tidak. Jiwa bukan jisim dan bukan pula sesuatu yang ada didalam jisim. Setelah badan hancur atau mengalami kematian, jiwa lepas dari badan, dan selanjutnya jiwa yang pernah mengenal Allah yang berada di dalam jasad akan hidup dan kekal.
Jiwa terdiri dari tiga tingkat: jiwa tumbuhan (an-nafs al nabawiyat), jiwa jiwa hewan dan jiwa manusia. Ketiga jiwa tersebut merupakan sebuah tingkatan dari yang terendah hingga tertinggi yaitu jiwa manusia. Dalam menjabarkan hal ini, Ibnu Thufail kemudian mengelompokkan jiwa hubungannya dengan Allah kedalam tiga golongan:
a.  Jiwa yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah, mengagumi kebesaran dan keagungannya, dan selu ingat kepadanya, maka jiwa seperti ini akan kekal dalam kebahagiaan.
b.  Jiwa yang mengenal Allah Namun bermaksiat, akan abadi dalam kesengsaraan.
c.  Jiwa yang tidak mengenal allah sealam Hidupnya, akan berakhir seperti hewan.
Dalam hal ini, Sirajudin Zar dalam buku Filsafat Islam berkomentar: “Agaknya Ibnu Thufail meletakkan tanggung jawab manusia dihadapan Allah atas dasar pengetahuannya tentang Allah. Orang yang tahu kepada Allah dan menjalankan kebaikan, akan kekal dalam kebahagiaan”.
4.  Epistimologi
Ibnu Thufail mengatakan, seperti tersirat dalam kisah Hay Ibnu Yaqdan, Bahwa ma’rifat dimulai dari panca indra. Hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal dan intuisi. Ma’rifat dapat dilakukan dengan dua cara: pemikiran atau renungan akal seperti yang dilakukan filosof muslim; dan tasawuf seperti yang dilakukan oleh kaum sufi. kesesuaian antara nalar dan intuisilah yang membentuk epistimologi Ibnu Thufail. Menurut Ibnu Thufail, Ma’rifat dengan tasawuf dapat dilakukan dengan latihan-latihan rohani dengan penuh kesungguhan. Semakin tinggi latihan itu, maka semakin jelas dan hakikat semakin tersingkap.
*   kebenaran yang dimaksud sebagaimana disimpulkan oleh Nadhim al-Jisr dalam buku Qissat al Imam yang juga dikutib Ahmad Hanafi dalam buku Pengantar Filsafat Islam yaitu:
1.      Urutan Tangga Ma’rifat yang ditempuh oleh akal dimulai dari obyek indrawi yang khusus kepada pikiran universal.
2.      Tanpa pengajaran dan tanpa petunjuk, akal manusia dapat mengetahui tanda-tanda pada makhluknya dan menegakkan dalil-dalil atas wujudnya.
3.      Akal manusia kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidakmampuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika hendak ingin menggambarkan keazalian mutlak, ketidak-akhir-an, zaman qadim, hudus dan dalil yang sejenis dengan itu.
4.      Baik Akan menguatkan qadimnya alam atau baharunya, namun kelanjutan dari kepercayaan tersebut adalah satu juga yaitu tuhan.
5.      Manusia dengan akalnya sanggup menemukan dasar-dasar keutamaan dan dasar-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan, serta berhiaskan diri dengan keutamaan-keutamaan dasar akhlak tersebut, disamping menundukkan keinginan-keinginan badan pada hukum pikiran, tanpa ,melalaikan hak badan atau meninggalkan sama sekali.
6.      Apa yang diperintahkan oleh syariat islamdan apa yang diketahui oleh akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan dan keindahan dapat bertemu kedua-duanya dalam satu titik, tanpa dipersilisihkan lagi.
7.      Pokok dari semua hikmah ialah apa yang ditetapkan oleh syara’ yaitu mengarahkan pembicaraan kepada orang lain menurut kesanggupan akalnya, tanpa membuka kebenaran dan rahasia-rahasia filsafat kepada mereka. Juga pangkal dari segala kebaikan ialah menetapi batas-batas syara’ dan meninggalkan pendalaman sesuatu.













BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Ibnu Thufail Merupakan salah seorang filosof muslim yang memiliki corak pemikiran yang berbeda yang tidak dimiliki oleh filosof sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari corak filsafatnya, terutama dalam membuktikan eksistensi tuhan
2.    Dalam berfilsafat, meskipun Ibnu Thufail mengakui bahwa tanpa wahyu akal bisa mencapai tuhan, Ibnu Thufail tidak menafikan wahyiu sebagai salah satu sumber pengetahuan tidak menuhankan akal secara mutlak. Ia masih mengakui adanya peran wahyu.
3.    Keselarasan antara peran akal dan wahyu merupakan inti dari filsafat Ibnu Thufail

B.     SARAN
Semoga dengan sedikit pembahasan diatas dapat memberikan referensi dan pengetahuan,serta wawasan baru tentang konsep ketuhanan,alam dan manusia menurut ibn thufail bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumya









DAFTAR PUSTAKA

Sirajuddin Zar (Filsafat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)
Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, h. 272
Hanafi, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990) hal. 161
Muslim Ishak, Tokoh-tokoh Filsafat Islam Dari Barat, (Bina Ilmu: surabaya), hal. 40.
Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh filsuf Muslim pembuka Pintu Gerbang Filsafat Barat dan Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hal 179.