BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Asia tengagara
adalah sebutan untuk wilayah daratan
Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang
banyak serta terilingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Melihat sejarah masa lalu, terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama yang
tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu
telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq Abdullah menulis
dalam bukunya renaisans islam di asia tenggara, bahwa kawasan asia tenggara
terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yang diterima wilayah tersebut.
Pertama, adalah wilayah
indianized south east asia, asia
tenggara yang dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu
dan budha. Kedua, sinized south
east asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh china, adalah Vietnam. Ketiga, yatu wilayah
asia tenggara yag di spanyolkan, atau hispainized south east asia, yaitu philipina
Ketiga
pembagian tersebut seolah meniadakan pegaruh Islam yang begitu besar di Asia
tenggara, khususnya Philipina. Seperti
tertulis bahwa philipina termasuk negara yang terpengaruhi oleh spanyol. Sedikit makalah dibawah ini akan menyingkap
dengan singkat tentang sejarah masuknya Islam di Filiphina.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah masuknya Islam
di Filiphina?
2. Apa saja faktor-faktor Islam
menjadi agama minoritas di Filiphina?
3. Bagaimanakah hukum Islam di Filiphina?
4. Siapa saja tokoh-tokoh islam di
Filiphina?
C.
Tujuan Pembahasan
1. Dapat mengetahui Sejarah masuknya Islam di Filiphina
2. Dapat mengetahui faktor-faktor Islam menjadi agama minoritas di Filiphina
3. Dapat mengetahui hukum Islam di Filiphina
4. Mengetahui tokoh-tokoh islam di
Filiphina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Masuknya Islam di Filiphina
Sejarah
masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan
Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul
Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan
ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda
adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan
Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga
dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao,
raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban
Islam di wilayah ini mulai dirintis. Adapula pendapat yang lain mengenai
masuknya Islam datang kekepulaun Sulu. Bahwasannya Islam datang ke Sulu pada abad ke-9
melalui perdagangan. Tapi itu tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah
Sulu, sampai abad ke 13 ketika orang-orang menyebarkan Islam (da’i) mulai
pertama kali tinggal di Buasna (Jolo) kemudian di daerah-daerah lain kepulauan
Sulu.
Islam di asia
menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran. Pertama, penyebaran
Islam melahirkan mayoritas penduduk. Kedua, kelompok
minoritas Islam. Ketiga, kelompok
negera-negara Islam tertindas.
Dalam bukunya yang berjudul “Islam Sebagai Kekuatan International”, Dr. Hamid mencantumkan bahwa Islam di
Philipina merukan salah satu kelompok ninoritas diantara negara negara yang
lain. Dari statistik demografi pada tahun 1977, Masyarakat
Philipina berjumlah 44.300.000 jiwa. Sedangkan
jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur
dominan komunitas Mindanao dan mogondinao.
Hal itu
pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina.
Bahkan lebih dari itu, bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik
internal yang masih berlanjut sampai saat ini.
Sejarah masuknya Islam
masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada
tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja
Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di
kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang
pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat). Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh
tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan.
Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja
terkenal dari Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di
wilayah ini mulai dirintis. Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan
dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan
atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan
Mir-atu-Thullab.Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di
propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao.Setelah itu, Islam disebarkan
ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya.Sepanjang
garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan
pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja. Menurut ahli sejarah
kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri
Allah yang aman).Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat kalimat tersebut
banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.

Secara umum, gambaran
Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase, dari penjajahan sampai masa
modern. Diantaranya sebagai berikut:
a. Masa Kolonial Spanyol
Sejak
masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina, pada 16 Maret 1521 M, penduduk
pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik “ekspedisi ilmiah” Ferdinand
de Magellans. Ketika kolonial Spanyol menaklukan wilayah utara dengan mudah dan
tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah selatan.Mereka
justru menemukan penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan sangat gigih,
berani dan pantang menyerah.Tentara kolonial Spanyol harus bertempur
mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan
Sulu takluk pada tahun 1876 M).Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa
kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin.walaupun
demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total. Selama masa
kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta
mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan
orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai
“Moor” (Moro).Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan
huramentados (tukang bunuh).Sejak saat itu julukan Moro melekat pada
orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut.Tahun 1578 M
terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri.Penduduk pribumi
wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan kolonial
Spanyol, kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam
di selatan.Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri dengan
mengatasnamakan “misi suci”.Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa
curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga
sekarang.Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat
politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari
pulau Cebu.
b. Masa Imperialisme Amerika Serikat
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap
menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian dari teritorialnya.Secara tidak
sah dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual Filipina kepada Amerika Serikat
seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M melalui Traktat Paris. Amerika datang ke
Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat
dipercaya.Dan inilah karakter musuh-musuh Islam sebenarnya pada abad ini.Hal
ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang
menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan
mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun traktat
tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak,
karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum
revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum
revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser
kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian
(1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan
alasan untuk memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu.Periode
berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak.Teofisto Guingona,
Sr. mencatat antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19 kali
pertempuran.Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali pertempuran.Patut dicatat bahwa
selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan waktu tersebut untuk
membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para
kapitalis.Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai
kelompok perlawanan Bangsa Moro.Namun Amerika memandang peperangan tak cukup
efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi
penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan.Kebijakan ini kemudian
disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan
mereka.Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti
merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa
Moro.Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan diantara masyarakat
Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat. Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika memasukkan
kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di Utara dan
mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang Kristen. Seiring
dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya kekuasaan
secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demi sedikit mengancam
tradisi kemandirian.
c. Masa Peralihan
Masa
pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika
ke pemerintah Kristen Filipina di Utara.Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke
dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan jajahan AS
yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902)
yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis,
ditandatangani dan di bawah sumpah.Kemudian Philippine Commission Act No. 718
(4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datu, atau kepala
Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau izin
dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan
semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496
sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara
di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan
pembelian oleh WN Filipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan
penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan, dan para spekulan tanah
Amerika, yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk melegalisasi
klaim-klaim atas tanah. Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini
merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan
ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang
menguntungkan para kapitalis. Pemberlakukan Quino-Recto Colonialization Act No.
4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih
agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula
berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara, sebelum
membangun koloni-koloni pertanian yang baru.NLSA – National Land Settlement
Administration – didirikan berdasarkan Act No. 441 pada 1939.Di bawah NLSA,
tiga pemukiman besar yang menampung ribuan pemukim dari Utara dibangun di
propinsi Cotabato Lama.Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944
gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan
tujuan untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa
Moro di Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat
Filipina secara umum.Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat
legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman
besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao.Banyak pemukim yang datang, seperti
di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke
Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari
utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap
dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini
diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri
tersebut.Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di
tanah mereka.
d. Masa Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946 M) dari Amerika Serikat ternyata
tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro.Hengkangnya penjajah pertama
(Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya
(pemerintah Filipina).Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro
memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir
dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun
pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi
faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Pada awal
kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis
Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap
perlawanan Bangsa Moro dikurangi.Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya
merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang.Setelah Jepang menyerah, mereka
mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina.Pemberontakan ini baru bisa
diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa pemerintahan
Eipidio Qurino (1948-1953).Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika
Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).Dibandingkan dengan masa pemerintahan
semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa
pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi
Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro
Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos
yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu. Perkembangan
berikutnya kita semua tahu.MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya
terpecah.Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj
Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation
Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni
berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina
Selatan. Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari
mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas
Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani
(1993).Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara
keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa
Moro. Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF)
dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka
Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan
konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu. Disatu pihak mereka menghendaki
diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara
pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF).
Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan efektif.Namun agaknya
Ramos telah memilih salah satu diantara mereka walaupun dengan penuh
resiko.“Semua orang harus memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak,” katanya.Dan
jadilah bangsa Moro seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.
B.
Faktor -faktor Islam menjadi agama minoritas di Filiphina
Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik, walaupun katolik menjadi
agama mayoritas, tetapi di Filipina terdapat tiga ribu masjid, terutama di
selatan. Penduduk Filipina sekitar 85.236.900 juta pada tahun 2006 dan setiap
tahunnya pertumbuhan penduduknya 1,92% dengan luas wilayah 300.076 km terdiri
dari 7.107 pulau. Penduduknya terdiri dari beberapa suku yaitu suku Filipino
80%, Tionghoa 10%, Indo Arya 5%, Eropa dan Amerika 2%, Arab 1%, suku lain 2%.
Kota Marawi dan Jolo dapat dianggap sebagai pusat keagamaan bagi komunitas
muslim. Kitab suci alQur’an telah diterjemahkan oleh dr.Ahmad Domacao Alonto
kedalaam bahasa Maranao, bahasa yang paling utama dikalangan muslim kebanyakan
muslim di Moro adalah petani dan nelayan. Dijabatan tinggi pemerintah Filipina
tidak berarti. Asosiasi islam yang paling aktif adalah Asosiasi Muslim Filipina
(Manila), Ansar al Islam(Kota Marawi), Masyarakat Islam Mualaf (Manila) dan
yayasan Islam Sulu (jolo) dan sebagainya. Tahun 1983, Dewan Dakwah Islam
Filipina telah dibentuk untuk mempersatukan organisasi-organisasi Muslim di
utara dan selatan.
Menurut Majul, ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro
berintegerasi secara penuh kepada republik Filipina.
-
Pertama, bangsa Moro sulit menghargai
undang-undang Nasional, khususnya yang mengenai hubungan pribadi daan keluarga,
karena undang-undang tersebut berasal daari Barat dan Katolik, seperti larangan
bercerai dan poligami yang sangat bertentangan dengan hukum Islam yang
membolehkannya.
-
Kedua, system sekolah yang menetapkan
kurikulum yang sama, bagi setiap anak Filipina disemua daerah, tanpa membedakan
perbedaan agama dan kultur, membuat bangsa Moro malas untuk belajar disekolah
yang didirikan pemerintah. Mereka menghendaki dalam kurikulum itu adanya
perbedaan khusus bagi bangsa Moro, karena adanya perbedaan agama dan kultur.
-
Ketiga, bangsa Moro masih trauma dan
kebencian yang mendalam terhadap program perpindahan penduduk yang dilakukan
oleh pemerintah Filipina kewilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah
mengubah posisi mereka dari mayoritas menjadi minoritas hamper disegala bidang
kehidupan.
C. Politik dan Pemerintahan
Filipina adalah
sebuah republik konstitusional dengan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini
diatur sebagai negara kesatuan dengan pengecualian Daerah Otonomi di Mindanao
Muslim yang sebagian besar bebas dari pemerintah nasional.Fungsi-fungsi
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan merupakan-Panglima
angkatan bersenjata. Presiden dipilih melalui pemilu untuk masa jabatan enam
tahun tunggal, di mana ia menunjuk dan memilih dan mengepalai thecabinet.
Kongres bikameral terdiri
dari Senat, yang berfungsi sebagai majelis tinggi, dengan anggota yang dipilih
untuk masa jabatan enam tahun, dan DPR, melayani sebagai majelis rendah, dengan
anggota yang dipilih untuk masa jabatan tiga tahun. Para senator
dipilih pada umumnya sedangkan wakil dipilih dari kedua kabupaten legislatif
dan melalui perwakilan sektoral.
Kekuasaan
kehakiman adalah hak di Mahkamah Agung, terdiri dari Ketua Mahkamah Agung
sebagai pejabat yang Ketua asosiasi dan empat belas hakim, yang semuanya
diangkat oleh Presiden dari nominasi yang diajukan oleh Komisi Yudisial dan Bar
Council.
Telah ada upaya
untuk mengubah pemerintah ke pemerintah federal, unikameral, atau parlemen
sejak pemerintahan Ramos.
D. Keamanan dan Pertahanan
PNP-Khusus
Action Force (SAF) operator Filipina pertahanan ditangani oleh Angkatan
Bersenjata Filipina dan terdiri dari tiga cabang: Angkatan Udara, Angkatan
Darat, dan Angkatan Laut (termasuk Korps Marinir). keamanan sipil ditangani
oleh Kepolisian Nasional Filipina di bawah Departemen Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah (DILG).
Dalam Daerah
Otonomi di Mindanao Muslim, organisasi separatis terbesar, Front Pembebasan
Nasional Moro, kini pemerintah terlibat politik. Kelompok-kelompok militan
lebih seperti Front Pembebasan Islam Moro, Tentara Rakyat Baru, dan Abu
Sayyafstill berkeliaran provinsi, tetapi kehadiran mereka telah menurun dalam
beberapa tahun terakhir karena keamanan yang berhasil disediakan oleh
pemerintah Filipina
Filipina telah
menjadi sekutu Amerika Serikat sejak Perang Dunia II. Hal ini didukung
kebijakan-kebijakan Amerika selama Perang Dingin dan berpartisipasi dalam
perang Korea dan Vietnam. Itu adalah anggota SEATO sekarang dibubarkan,
kelompok yang dimaksudkan untuk melayani peran yang sama untuk NATO dan itu
termasuk Australia, Perancis, Selandia Baru, Pakistan, Thailand, Inggris, dan
Amerika Serikat. Setelah awal Perang Melawan Teror, Filipina adalah bagian dari
koalisi yang memberikan dukungan kepada Amerika Serikat di Irak. Filipina saat ini
bekerja dengan Amerika Serikat dengan maksud untuk mengakhiri pemberontakan
dalam negeri.
E.
Hukum Islam Di Filiphina
Bangsa Moro adalah tanah muslim yang penduduknya mengikuti madzhab Syafi’i.
Selama periode pra-Islam, yang Bangsa berbeda atau barangay (masyarakat) yang
burik kepulauan tidak memiliki hukum tertulis dan dipimpin oleh datus (kepala
suku) dengan hak atas tanah leluhur. Menjelang akhir abad ke-13, pulau Sulu
pemukim Muslim terlindung dari Arab, Kalimantan, Sumatera, dan Malaya yang
bekerja sebagai pedagang dan misionaris, beberapa di antaranya perempuan lokal
menikah, berbagi keyakinan agama mereka, dan menjalin aliansi politik. Islam
kemudian disebarkan di Filipina selatan pra-kolonial melalui sarana ekonomi dan
relasional sebagai pengganti penaklukan, yang mengakibatkan integrasi hukum
adat baru dan yang sudah ada. Ketika datus masuk Islam, kesultanan didirikan di
Magindanao dan Sulu. Ini, menurut Justin Holbrook (2009): "berfungsi
seperti" mini-negara ", dengan pemerintah memiliki kekuatan baik dan
peradilan administrasi “Agama pengadilan Moro diterapkan hukum adat, atau adat,
serta hukum syariah” ini didefinisikan sifat komprehensif dari sistem hukum
Islam (juga disebut sebagai Agama Sara System) yang mencakup, sosio-politik,
dan hubungan-hubungan hukum sipil. Holbrook catatan lebih lanjut bahwa Muslim
awal dilaksanakan "pluralisme hukum untuk menjalin hubungan dengan
orang-orang dari keyakinan yang berbeda ", menunjukkan bahwa mereka
tinggal di ko-eksistensi damai dengan dan tidak memaksakan iman mereka terhadap
non-Muslim.
Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran
yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan
Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di
propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan
ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya.
Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan
pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.
Istilah luwaran, yang dipakai oleh orang Moro Mindanao dalam kitab hokum,
berarti “pilihan” atau “terpilih”. Undang-undang yang terkandung didalam kitab
Luwaran merupakan pilihan dari hokum Arab lama yang kemudian diterjemaahkan dan
dikompilasikan untu digunakan sebagai pegangan serta informasi bagi para datu, hakim dan pandita di Mindanao yang
tidak mengerti bahasa Arab.
Kitab luwaran dari Mindanao tidak ada tanggalnya sama sekali, tak ada
seorangpun yang mengetahui kapan kitab ini di buat. Sebagian orang berpendapat
bahwa kitab Mindanao ini disusun beberapa waktuyang lalu oleh para hakim di
Mindanaao.
Kitab utama yang dirujuk oleh kitab luwaran adalah Minhaj Al Thalibin karya
ahli hokum mazhab Syafi’I Zakaria yahya bin syaraf Al Nawawi.
F.
Tokoh-tokoh Islam di Filiphina
Tokoh-tokoh
pejuang Islam di Phillipina :
1. Prof.Dr.H. Nur Misuari
Nur Misuari
atau Nurallaj Misuari merupakan pengasas Pergerakan Pembebasan Mindanao yang
merupakan kumpulan anti kerajaan Filipina secara kekerasan. Nur Misuari
dipenjara atas tuduhan melakukan pemberontakan pada 2006. Nur Misuari ditahan di Pulau Jampiras, Sabah 24 November 2001
kerana memasuki Malaysia tanpa dokumen perjalanan sah. Kerajaan Filipina
mendesak Malaysia menyerahkan Nur Misuari tetapi Malaysia terus melindunginya. Nur
Misuari pernah berlindung di Libya awal tahun 1980-an. Nur
Misuari merupakan Bekas Gabenor Wilayah Autonomi Islam Mindanao (ARMM) . Beliau
berusia 65 tahun dan menjadi buruan Manila karena
mengetuai pemberontakan 19 November 2001 sebelum melarikan diri.
2. Abu Sayyaf
Kelompok Abu
Sayyaf, juga dikenal sebagai Al Harakat Al Islamiyya, adalah sebuah kelompok
separatis yang terdiri dari teroris Muslim yang berbasis di sekitar kepulauan
selatan Filipina, antara lain Jolo, Basilan, dan Mindanao. Khadaffi Janjalani
dinamakan sebagai pemimpin kelompok ini oleh Angkatan Bersenjata
Filipina.Dilaporkan bahwa akhir-akhir ini mereka sedang memperluaskan
jaringannya ke Malaysia dan Indonesia. Kelompok ini bertanggung jawab terhadap aksi-aksi
pemboman, pembunuhan, penculikan, dan pemerasan dalam upaya mendirikan negara
Muslim di sebelah barat Mindanao dan Kepulauan Sulu serta menciptakan suasana
yang kondusif bagi terciptanya negara besar yang Pan-Islami di Semenanjung
Melayu (Indonesia dan Malaysia) di Asia Tenggara. Nama
kelompok ini adalah bahasa Arab untuk Pemegang (Abu) Pedang (Sayyaf). Abu
Sayyaf adalah salah satu kelompok separatis terkecil dan kemungkinan paling
berbahaya di Mindanao. Beberapa anggotanya pernah belajar atau
bekerja di Arab Saudi dan mengembangkan hubungan dengan mujahidin ketika
bertempur dan berlatih di Afganistan dan Pakistan.
G.
Penyelesaian
dan Masa Depan Umat Islam Filiphina
Tidak
dapat di bantah bahwa selama ini setiap kali kita membicarakan Islam di
Filiphina, yang terbanyang adalah pejuang bersenjata separaatis Islam Moro
untuk berusaha lepas dari cengkeraman Filiphina yang di anggap menekan umat
Islam, dengan semua politik argumentasi masang-masing. Sebenarnya, kajian
tentang Islam Filiphina juga memiliki banyak ragam dan nuansa. Salah satunya
adalah munculnya“ kebangkitan Islam”
yang cukup dinamis dalam kerangka Filiphina, yaitu pembangunan muslim Filiphina
dalam sukses harmonis, sinegris, dan mulai belajar saling percaya.
Seorang
ilmuan muslim Filiphina. Asiri Abu Bakar, menguraikan beberapa faktor yang
turut menyambung kebangkitan islam di Filiphina dan masa depan.diantaranya :
1.
Bertambahnya
hubungan dengan ulama dan para pedangan Muslim pelajar dunia Arab dan sekitar
Filiphina.
2.
Bertambahnya
jumlah warga Moro yang pergi Naik Haji.
3.
Bertambahnya
kesmpatan melakukan study
di beberapa pusat study
Islam di seluruh dunia
4.
Partisipasi
aktif dalam berbagai pertemuan regional dan international.
5.
Kebanyakan
ratusan pelajar Muslim Filipina dari luar Negeri.
6.
Semakin
banyaknya didirikan madrasah (Madarasah, sekolah Agama) di daerah-daerah yang
selama ini terisolasir dan Berbagai
konferensi pers internaional dan peliputan terhadap perang yang sedang
berlangsung di Mindanau dan kekejaman yang dilakukan oleh beberapa personil
militer di wilayah tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan,
khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan
ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang
pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan
sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra
Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan
Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan.
Filipina merupakan salah satu Negara yang terdapat di
Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Islam menjadi agama
minoritas.Meskipun Islam menjadi minoritas, terdapat wilayah yang yang
menjadikan Islam sebagai agama mayoritas yaitu di Filipina bagian Selatan. Perlu
perjuangan untuk menjadikan Islam sebagai agama mayoritas disana. Banyak Negara
yang menjajah negera itu seperti Spanyol dan Amerika, selain menajajah mereka
juga sebagai misionaris yang mempersulit untuk berkembangnya agama Islam.Dengan
perjuangan dan persatuan yang tinggi membuat Negara Filipina wilayah selatan
penduduknya merdeka dari penjajah dan misionaris.
B.
Saran
Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan untuk kita
khususnya dan para pembaca umumnya. Penulis berharap dengan makalah ini kita
sebagai kaum muslim agar lebih giat lagi beribadah kepada Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
- Ahm
Asy’ari, Akhwan Mukarrom dkk, Pengantar
Studi Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2008
- Kettani M
Ali, Minoritas Muslim di dewasa ini,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005
- Muzani
Saiful, Pembangunan dan Kebangkitan Islam
di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1993
- Tebba
Sudirman, Perkembangan Mutakhir Hukum
Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasinya, Bandung: Mizan,1993
- Siti Maryam dkk Sejarah Peradaban Islam,
Lkis, 2004
- Dr. Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan
International, CV. Rosda Bandung 1985
- Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka
Hidayah, 2001