RESUME
“BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM”
Oleh : Prof. H. Muzayyin Arifin, M.Ed.
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Drs.
H. ABDUL MUKTI,
M.Pd.I
Disusun Oleh:
AHMAD WAHYUDI
( 2013.4.055.0001.1.003461)
Prodi :
Pendidikan Agama Islam (PAI_IVA)
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
SUNAN GIRI
BOJONEGORO
PERIODE 2015
BAB I
Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam
A.
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Ada beberapa pengertian menurut
beberapa ahli, diantaranya:
1.
John
Dewey
Pendidikan sebagai suatu proses
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut intelektual, perasaan
(emosional), menuju kearah tabiat manusia dan manusia biasa.
Menurutnya tugas filsafat dan
pendidikan adalah seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia.
2.
Van
Cleve Morris menyatakan, “secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan
adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya bukan sebagai alat sosial
semata untuk mengalihkan cara hidup secara nebyeluruh kepada setiap generasi,
tetapi ia juga menjadi agen(lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam
perjuangan mencapai hari depan yang lebih baik.”
Jadi, dilihat dari segi tugas dan
fungsinya, pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, dan menganalisis serta
menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat.
Filsafat
mengkaji dan memikirkan tentang hakikat segala sesuattu secara menyeluruh, sistematis,
terpadu, universal, dan radikal, yang hasilnya menjadi pedoman dan arah dari
perkembangan ilmu-ilmu yang bersangkuan.
Untuk
menyelesaikan permasalahan kependidikan, ada tiga disiplin ilmu yang membantu
filsafat pendidikan, yaitu:
a.
Etika
atau teori tentang nilai
b.
Teori
ilmu pengetahuan atau epistemologi, dan
c.
Teori
entang realitas atau kenyataan dan metafisika(yang ada dibalik kenyataan).
Menurut W.H. Kilpatrick. Filsafat pendidikan mempunyai tiga
tugas pokok, yaitu:
a)
Memberikan
kritik-kritik terhadap asumsi yang dipegang oleh pendidik
b)
Membantu
memperjelas tujuan-tujuan pendidikan
c)
Melakukan
evaluasi secara kritis tentang berbagai metode pendidikan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan-tujuan kependidikan yang dipilih.
B.
Ruang
Lingkup Pemikiran filsafat
Di bawah ini adalah pola dan sistem
pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu.
1.
Harus
bersifat sistematis, dalam arti cara berpikirnya bersifat logis dan rasional
tenttang hakikat permasalahan yang dihadapi.
2.
Tujuan
terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal, artinya Menyakut
persoalan-persoalan yang mendasar.
3.
Ruang
lingkup pemikirannya universal, artinya persoalan yang dipikirkan menyangkut
hal-hal yang menyeluruh.
4.
Pemikiran
lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran yang tidak didasari
pembuktian-pembuktian secara empiris, tetapi mengandung nilai objektif.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam
ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut.
a.
Cosmologi, yaitu pemikiran
dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, dan
sebagainya.
b.
Ontologi, yaitu suatu
pemikiran asal usul kejadian alam semesta, dari mana dan ke arah mana proses
kejadiannya.
c.
Philosophy of mind, pemikiran
filsafat tentang jiwa dan bagaimana hubungannya dengan jasmani serta kebebasan
manusia dalam berkehendak(free will).
d.
Epistemologi, pemikiran
tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh.(apakah dari
aliran Rasionalisme, Empirisme, Idealisme, Teologisme).
e.
Aksiologi, membahas
tentang nilai-nilai tinggi dari tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, dll.
Adapun pola dan sistem pemikiran filosofis kependidikan yang
berdimensi mikro adalah yang menyangkut proses pendidikan, yaitu
1)
Pendidik 2)
Anak didik 3)Alat-alat
pendidikan, baik yang bersifat materiil maupun nonmateriil.
Beberapa sabda nabi yang dapat dijadikan motivasi.
Artinya: Ambillah hikmah dari manapun datangnya خذِالحكمةَ
من أيّ شئٍ خرجت
Artinya: Agama adalah akal,
barangsiapa yang tidak berakal الدِّيْن
هو العقل لا دين لمن لاعقل له maka dia tidak
beragama
BAB II
Pengertian Pendidikan Islam
Tidak ada satupun makhluk ciptaan
tuhan di atas bumi ini yang dapat mencapai kesempurnaan atau kematangan hidup
tanpa adanya suatu proses.
Akan tetapi, suatu proses yang
diinginkah harus terarah dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didik (manusia)
kepada titik optimal kemampuannya, sedangkan tujuannya adalah terbentuknya
kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta
sebagai seorang hamba yang mengabdi kepada TuhanNya.
Berikut
beberapa makna pendidikan sebagai proses, menurut ahli pendidikan di Barat. diantaranya:
1.
Herman
H. Home berpendapat, pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses peyesuaian
diri anusia secara timbal balik dengan alam sekitar, sesama manusia dan tabiat
tertinggi dari kosmos.
2.
William
Mc Gucken, S.J. seorang tokoh katolik. Bependapat, pendidikan sebagai suatu
perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan diri manusia, baik moral,
intelektual, maupun jasmniyah yang diorganisasikan, dengan atau untuk
kepentingan individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang
bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhir.
Dalam hubungan ini dapat dipastikan bahwa pendidikan tidak hanya
menumbuhkan, melainkan mengembangkan kearah tujuan akhir. tidak hanya suatu
proses yang sedang berlangsung, melainkan suatu proses yang berlangsung kearah
sasarannya. Dalam pengertian analisis, pendidikan hakikatnya adalah “membentuk”
kemanusiaan dalam citra tuhan.
Dibawah ini beberapa definisi pendidikan islam,yaitu
a.
Menurut
Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny Al-Syaebani, pendidikan islam diartikan
sebagai “usaha merubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses
kependidikan....” dan tentunya berdasarkan nilai-nilai islami.
b.
Dalam
rumusan seminar pendidikan islam se-Indonesia tahun 1960. Pendidikan islam
sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam
dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi
berlakunya semua ajaran islam.
Menurut Dr,
Muhammad Fadil Al-Djamaly, pendidikan islam adalah proses yang mengarahkan
manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaanya sesuai dengan kemampuan
dasar (fitrah) dankemampuan ajarnya (pengaruh dari luar).
Pendapat
tersebut didasarkan atas firman Allah dalam QS.Ar-Ruum:30
yang berbunyi.
"....فِطْرَةَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النّاَسِ عَلَيْهَا...."
(الروم : 30)
Artinya :”itulah fitrah allah,yang di atas fitrah itu
manusiadiciptakan Allah..(QS.Ar-Ruum :30)
Dan surat An-Nahl ayat 78 yang artinya: “dan Allah mengeluarkanmu
dari erut ibu-ibumu (ketika itu) kamu tidak mengetahui sesuatupun dan Allah
menjadikan bagimu pendengaran dan penglihatan serta hati…” (QS.An-Nahl:78)
Pendidikan yang benar adalah
yang memberikan kesempatan kepada keterbuakaan terhadap pengaruh dari dunia
luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik.pendidikan secara operasional
mengandung dua aspek, aspek menjaga atau memperbaiki dan aspek menumbuhkan atau
membina.
BAB III
Metode Studi Dalam Filsafat Pendidikan
Seorang
Filosof Perancis, Rene Descartes menyatakan ada empat langakah berpikir
rasionalistis. Diantaranya
1. Tidak boleh
menerima begitu saja hal-hal yang belum diyakini kebenarannya, tetapi harus
secara hati-hati mengkaji hal-hal tersebut.
2. Menganalisis
dan mengkaji setiap permasalahan melalui pengujian yang teliti.
3. Menganalisis
sasaran-sasaran yang paling sederhana menuju kearah sasaran-sasaran yang
kompleks.
4. Membuat
uraian permasalahan yang sempurna serta dilakukan peninjauan lagi secara umum
Dengan demikian Rene Descartes dalam
menganalisis gejala alam berpikir ini selalu berpegang pada kemampuan akal
pikiran belaka, sedanngkan system berpikir lain yang lazim berlaku dalam
filsafat dikesampingkan.
John Dewey, Ahli filsafat pendidikan USA,
sediit berbeda dengan Descartes dalam hal metode yang dipergunakan dalam
berpikir, meskipun sama rasionalistisnya, yaitu berpikir reflektif ,
suatu cara berpikir yang dimulai dari adanya problem-problem yang dihadapkan
padanya untuk dipecahkan.
Kenyataan merupakan suatu problem, yang
oleh para ahli filsafat dipandang sebagai problem yang besar, yang secara
pemecahannya oleh J. Dewey sebagai berikut.
a. Kita harus
menganalisis situasi secara hati-hati dan mengupulkan semua fakta yang dapat
diperoleh, harus adil dan tanpa ada prejudice (prasangka) dalam mengobservasi
fakta-fakta.
b. Setelah itu
pemecahan apa yang diusulkan dan ditetapkan. Inilah yang disebut oleh dewey
“sugesti” atau “hipotesis” atau teori provisional (persiapan)”.
c. Filsafat
juga dapat dihampiri melalui metode historis.
Metode lain
yang dapat digunakan dalam studi filsafat pendidikan adalah Metode
analitis-sintetis, suatu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis
terhadapa sasaran pemikiran secara induktif dan deduktif serta analisis ilmiah.
Pemikiran
induktif yaitu cara berpikir yang menganalisis fakta-fakta yang bersifat khusus
menuju ke umum. Ahli filsafat yang menggunakan metode ini yaitu: thales (segala
sesuatu berasal dari air) dan Anaximenes (segala sesuatu berasal dari udara). Sedangkan pemikiran deduktif yaitu cara berpikir yang menganalisis fakta-fakta yang
bersifat umum menuju ke khusus.
Filsafat
dipandang sebagai analisis logis dari Bahasa dan penjelasan tentang arti kata
dan konsep, maka metode pengungkapan permasalahannya pun mengguakan analisis
Bahasa dan analisis konsep, yang keduanya dipandang sebagai fungsi pokok yang
sah dari filsafat.
BAB IV
Studi Dalam Filsafat Pendidikan Islam
Falsafah
pendidikan yang berdasar islam adalah
pandangan dasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran islam, yang
orientasi pemikirannya berdasarkan ajarn tersebut.
Mengingat
filsafat pendidikan islam adalah falsafah tentang pendidikan yang tidak dibatasi
oleh lingkungan kelembagaan islam ataupun oleh ilmu pengetahuan dan ppengalaman
keislaman semata-mata, melainkan menjangkau segala ilmu pengetahuan yang luas.
Oleh Karena itu, sikap luntur (fleksibel) islam sebagai agama dan kebudayaan harus
ditanamkan dalam setiap diri seorang muslim, islam dan kebudayaan memberikan ruang
lingkup perluasan pemikiran falsafah pendidikan sampai jauh ke masa depan,
sedalam dan seluas masa kini ataupun masa lampau, sejalan dengan
kaidah/nilai-nilai yang mendasarinya.
Dalam
melakukan studi tentang falsafah pendidikanislam tersebut dituntut penguasaan
ilmu pengetahuan yang melengkapi dan dapat menjadi sumber potensi rujukan
pemikiran pemikir bidang tersebut. Sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut.
1. Ilmu agama
yang luas dan mendalam
2. Ilmu
Pengetahuan tentang kebudayaan islam dan umum serta sejarahnya
3. Ilmu tentang
system approach serta ilmu tenttang metode pendidikan dan riset pendidikan
4. Pengalaman
tentang teknik-teknik operasional kependidikan dalam masyarakat
5. Ilmu tentang
pedagogies (kependidikan)
Ada beberapa
permasalahan dasar yang dibahas oleh filsafat pendidikan islam yaitu menyangkut
tugas dan fungsi pendidikan sebagai sasaran dan tujuan pelaksana pendidikan.
Pelaksanaannya menuntut terwujudnya faktor-faktor pendidikan sebagai berikut.
a. Anak didik
dalam proses pendidikan adalah sasaran utama tugas dan fungsi pendidikan
b. Pendidikan
merupakan fungsi pedagogis yang mengarahkan perkembangan hidup anak didik
c. Alat-alat
pendidikan yang merupakan sarana yang dapat memperlancar proses pendidikan
dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya
d. Lingkungan
pendidikan merupakan suasana yang banyak mempengaruhi proses pendidikan dalam
rangka melaksanakan tugas dan fungsinya
e. Cita-cita
(visi) dan tujuan merupakan arah proses pendidikan yang harus diaksnakan dan
dicapai melalui proses tersebut.
Faktor-faktor tersebut dalam proses
kependidikan harus saling berhubungan, karena msing-masing tidak akan dapat
berfungsi dengan baik dan efektif bila berdiri sendiri.
BAB V
Tugas dan Fungsi Pendidikan
John
Dewey prnah menyatakan bahwa “ Eduacation is the proses without end”,pendidikan
itu adalah suatu proses tiada akhir, sejalan dengan strategi pendidian yang secara universal ditetapkan PBB sebagai Life
Long Education “pendidikan sepanjang hayat”. Dengan demikian tugas dan
fungsi pendidikan berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan.
Tugas pendidikan dapat dibedakan
dari fungsinya sebagai berikut.
a.
Tugas
Pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
kehidupan anak didik dari satu tahap ke tahap lain sampai meraih titik
kemampuan yang optimal. Menyangkut predisposisi (kemampuan dasar) dan bakat.
b.
Sedangkan
fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas
pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung
arti dan tujuan yang bersifat struktural dan institusional.
Arti dan tujuan struktural menuntut terwujudnya struktur organisasi
yang mengatur jalannya proses kependidikan, baik dilihat dari segi vertikal
maupun horizontal.
Arti dan tujuan institusional mengandung implikasi bahwa proses
kependidikan yang terjadi di dalam struktur organisasi itu dilembagakan untuk
lebih menjamin proses pendidikan itu
berjalan secara konsisten dan berkisenambungan mengikuti kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Dlihat dari segi sosiokultural muslim, pendidikan merupakan alat
pembudayaan (enkulturasi) umat manusia yang paling diperlukan diantara
keperluan hidupnya, meskipun pendidikan itu sendiri pada mulanya timbul dan
berkembang dari sumber kultural itu sendiri.
Sebagai suatu alat, pendidikan merupakan aplikasi dari apa yang
kita sebut kebudayaan, yang posisinya tidak netral, melainkan selalu bergantung
pada siapa dan bertujuan apa pendidikan itu dilaksanakan.
Dr.Muhammad, S.A. Ibrahimy (bangladesh), dalam salah satu
penerbitan mas media Islamic Gazette, tahun1983. Menguraikan tentang
wawasan dan pengertian serta jangkauan pendidikan Islam, bahwa Islamic
education in true sence of the term, is a system of education which enables a
man to lead his life according to the islamic ideology, so that he may easily
mould his life in accordance with tenets of Islam.... The scope of islamic
education has been changing at different times. In view of the demands of the
age and the development of science and theology, its scope has also widened.
Menurutnya, dalam pengertian sebenarnya adalah suatu sistem
pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai
dengan ideologi islam (citra islami), sehingga ia dengan mudah dapat membentuk
kehiduan dirina sesuai dengan ajaran islam. Ruang lingkup pendidikan islam
telah mengalami perubahan menurut tuntutan waktu yang berbeda-beda. Sejalan
dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu dan teknologi, ruang lingkup
pendidikan islam itu juga semakin meluas.
Berkaitan dengan tuntutan
perkembangan ilmu dan teknologi, pendidikan islam bersifat mengarahkan dan
mengendalikannya, sehingga nilai fundamental yang bersumber dari iman dan takwa
kepada Allah SWT dapat berfungsi dalam kehidupan manusia yang menciptakan ilmu
dan teknologi itu. Karena iman dan takwa kepada Allah SWT, pada hakikatnya
adalah merupakan rujukan tingkah laku manusia yang memancarkan getaran hati
nurani manusia (conscience) yang berkecenderungan ke arah perikemanusiaan.
BAB VI
Lembaga Pendidikan Islam dan Tantangan Modernisasi
Adanya kelembagaan pendidikan dalam masyarakat merupakan conditio
sine qua non (syarat mutlak) dengan tugas dan tanggung jawabnya terhadap anak
didik dan masyarakat. menurut pandangan islam tanggung jawab lembaga-lembaga
pendidikan islam adalah berkaitan dengan usaha menyukseskan misi dalam tiga
macam tuntutan hidup seorang muslim, yaitu sebagai berikut.
1.
Pembebasan
manusia dari ancaman api neraka, sesuai dengan firman Allah :
قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ أهْلِيْكُمْ نَاراً
Artinya: jagalah dirimu beserta
keluargamu dari ancaman api neraka
2. Pembiasaan
umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki kselarasan dan keseimbangan
hidup bahagia di dunia dan akhirat seagai realisasi cita-cita seseorang yang
beriman dan bertakwa yang senantiasa memanjatkan doa sehari-hari:
رَبّنَا اتِنَا فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارْ
Artinya: wahai tuhanku, berilah aku
kehidupan di dunia yang sejahtera dan kehidupan di akhirat yang bahagia dan
jauhkanlah kami dari siksa api neraka.
3. Membentuk
diri pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu
pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk
menghambakan dirinya kepada khaliknya.
Keyakinan dan keimanan berfungsi sebagai penyuluh terhadap akal budi
yang sekaligus mendasari Ilmu pengetahuannya. Dalam (QS. Al-Mujadalah :11) yang
artinya : “..Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang berilmu beberapa derajat..”
Lembaga pendidikan harus mampu melakukan
dua fungsi bersama yang kelihatannya berlawanan satu sama lain, tetapi dapat
mengumpul menjadi satu kekuatan ideal yang saling menggerakkan dan
mengendalikan.
Bentuk tantangan yang dihadapi oleh
lembaga-lembaga pendidikan Islam saat ini meliputi bidang-bidang sebagai
berikut.
a. Politik,
karena dalam kehidupan politik, terutama politik kenegaraan, banyak berkaitan
dengan masalah bagaimana negara itu membimbing, mengarahkan dan mengembangkan
kehidupan bangsa dalam jangka panjang.
b. Kebudayaan,
yaitu suatu hasil budidaya manusia, baik bersifat material maupun mental
spiritual, dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Bangsa yang mampu
survive(mempertahankan diri dalam kehidupannya) adalah bangsa yang mampu
mempertahankan dan mengembangkan kebudayaannya di dunia ini.
c. Ilmu pengetahun
dan teknologi adalah suatu segi peradaban dan kebudayaan manusia, dimana
perkembangannya yang lebih cepat menjalar kejantung masyarakat suatu bangsa.
Teknologi sebagai applied science atau pengetahuan terapan adalah hasil
kemajuan budaya manusia yang banyak bergantung pada manusia yang
menggunakannya.
d. Ekonomi
adalah suatu aspek pengetahuan manusia yang memberitahukan tentang bagaimana
seharusnya manusia itu berusaha memenuhi kebutuhan hidup jasmaniyahnya. Ekonomi
merupakan tulang punggung kehidupan bangsa yang dapat menentukan maju-mundurnya
, lemah-kuatnya, lambat-cepatnya proses pembudayaan bangsa.
e. Kemasyarakatan
adalah suatu lapangan hidup manusia yang mengandung ide-ide yang sangat laten
terhadap pengaruh kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologisebagai suatu
system kehidupan, kemasyarakatan tidak statis dan beku, melainkan
berkecenderungan kearah perkembangan dinamis yang mengandung implikasi
perubahan-perubahan yang biasa kita kenal sebagai “perubahan sosial” (social
change).
f. System nilai adalah suatu tumpuan norma-norma yang
dipegang oleh manusia sebagai mahluk individual dan sebagai mahluk social, baik
itu berupa norma tradisional maupun norma agama yang telah berkembang dalam
masyarakat.
Petunjuk-petunjuk, guna menghadapi masalah dalam lembaga pendidikan.
Sebagai anggota masyarakat janganlah statis
dan jumud dalam hidupnya, serta harus dinamis dan konstruksi dalam
melakukan perubahan.
...اِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُماَبِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا
ماَبِأَنْفُسِهِمْ...(الرعد : 11)
Artinya : “…sesungguhnya Allah tidak akan mengubah hal-hal yang ada
pada suatu umat, sehingga mereka melakukan perubahan atas dirinya sendiri…(QS.
Ar-Ra’ad :11)
وَلاَتَقْفُ ماَلَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ اِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَوَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولئِكَ كاَنَ عَنْهُ مَسْؤُلاً
Artinya : “janganlah kamu
mengikuti hal-hal yang kamu tidak mengetahuinya, sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan akal budi, masing-masingnya akan dimintai pertaggungjawaban
dihadapan tuhan”.
BAB VII
Sikap dalam Menghadapi Tantangan Terhadap Pendidikan
Beberapa
alternatif yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan. sebagai berikut.
1.
Sikap Tak Acuh terhaadap Tantangan Perubahan Zaman
Sikap ini adalah yang paling mudah
dilakukan karena tidak memerlukan konsep pemecahan permasalahan yang dihadapi,
cukup mengamati dan membiarkan segala apa yang terjadi. Sikap ini mempunyai
landasan pendirian, yaitu suatu perubahan sosial yang mengakibatkan berbagai
tantangan itu pada hakikatnya merupakan sunnah Allah yang senantiasa bejalan di
dalam semua masyarakat.
Sedangkan pada
hakikatnya, realitas yang ada di balik gejala perubahan sosial itu terletak di
balik pengalaman masyarakat. hal itu berupa hukum-hukum sosial, kebenaran
abadi, dan Zat Tuhan sendiri.
2.
Sikap Mengakui Adanya Perubahan Sosial, tetapi Menyerahkan
Pemecahannya kepada Orang Lain.
Sikap demikian
bersifat moderat dengan latar belakang pandangan bahwa segala perubahan yang
ada itu bukan untuk dijawab oleh lembaga kependidikan, juga tidak perlu membuat
argumentasi tentang realitas perubahan itu.
Sikap ini juga
berpendirian bahwa secara historis, lembaga pendidikan itu sebenarnya adalah
sebagai tempat akumulasi ilmu pen pengetahuan dan sebagai tempat untuk
melaksanakan tugas transformasi/transmisi tradisi sosial dari genersi ke
generasi berikutnya.
Those who cannot remember the past are
condemned to repeat it “mereka yang
tidak dapat mengingat masa lampau, maka terbukalah untuk mengulanginya.
Demikian pendapat filsof Spanyol, George Santayana, menanggapi proses
perubahan sosial yang terjadi dimana faktor sejarah merupakan kuncinya.
Bila kita
berpedoman pada sikap ini, maka lembaga kependidikan hanya bersifat tidak lebih
daripada “Perustakaan Ilmu Pengetahuan” yang menyimpan dan menunjukkan mana
ilmu pengetahuan yang pantas dipelajari oleh anak didiknya.
3.
Sikap yang Mengidentifikasi Perubahan dan berpartisipasi dalam
Perubahan itu
Sikap ini lebih
positif dibandingkan sikap-sikap sebelumnya, karena merasa bahwa fungsi lembaga
kependidikan adalah commited dengan kehidupan masyarakat yang sedang
berlangsung. Transisi kebudayaan ini telah berlangsung di dalam realitas
kehidupan masyarakat. oleh karena itu, lembaga pendidikan bertugas
mengenalkannya pada anak didik mereka tentang realitas yang ada, mampu
menghayati perubahan-perubahannya, bagaimana watak dan ciri-cirinya, serta
mengenal metode yang baik untuk menanganinya.
Suatu lembaga
pendidikan wajib berpartisipasi dalam usaha pengubahan kehidupan masyarakatnya
serta sanggup menolong generasi muda belajar mengenai perubahan ini.
4.
Sikap yang Lebih Aktif yaitu Melibatkan Diri dalam Perubahan Sosial
dan Menjadikan Dirinya Sebagai Pusat Perubahan Sosial
Sikap ini lebih
militan dan progresif dibandingkan ketiga sikap diatas, karena lembaga
pendidikan bertanggung jawab terhadap perubahan sosial tersebut. Masa depan
yang diinginkan umat manusia tidak akan terwujud bukan sekedar hanya melakukan
penyesuian diri dengan kondisi sosial yang berubah, tetapi lebih dari itu
karena kita menginginkan perubahan itu hingga terwujudlah masa depan yang lebih
baik, disertai perencanaan bagaimana usaha untuk mencapainya.
Lembaga
pendidikan harus mampu meneliti bagaimana orang berpikir tentang kehidupannya
sendiri, tentang kebenaran dan tentang nilai baik/buruk. Yang menuntut kita
untuk menerangkan semua teori pengetahuan (epistemologi), teori tentang
realitas (ontologi), dan teori tentang nilai-nilai (aksiologi).
Dari segi
epistemologi, timbul pertanyaan “Apakah semua kebenaran itu benar selalu di
sepanjang waktu dan tempat, sepanjang sejarah dan kebudayaan, atau kebenaran
itu relatif menurut waktu, tempat dan lingkungannya”
Dari segi
ontologi, pertanyaannya “ apakah perubahan sosial itu real (nyata) ataukah
hanya pseudo-real (tampaknya nyata padahal sesungguhnya tidak)
Dari segi
aksiologi, pertanyaannya “Apakah ada hukum-hukum moral yang tidak pernah
berubah atau dapat diubah, dan apakah masyarakat dapat berubah moralnya dari
abad ke abad yang lain, agar perubahan itu tersebut sesuai dengan pengertian
tentang nilai-nilai kehidupan manusia yang baik”
Oleh karena
itu, manusia harus berpikir sedalam-dalamnya tentang permasalahan hidup dan
kehidupan di alam raya ini, kecuali memikirkn tentang zat Tuhan. Nabi bersabda
:
تَفَكَّرُوا
فى خلقِ اللهِ ولاَتَفَكَّرُوْا فى ذَاتِهِ
Artinya : “Berpikirlah
tentang hal-hal yang menyangkut kehidupan makhluk Allah dan janganlah berpikir
tentang zat Allah”
Berpikir
merupan suatu “kunci” dari ilmu pengetahuan, Firman Allah dalam (QS.Al-A’rof
:179), yang Artinya: “Dan sesungguhnya Aku jadikan untuk isi neraka Jahannam
kebanyakan dari Jin dan Manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak
dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, Mereka mempunyai mata tapi tidak
dipergunakan untuk melihattanda-tanda kebesaran Allah, Mereka mempunyai telinga
tetapi tidak dipergunakan untuk mendengarkan petunjuk-petunjuk Allah, mereka
itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang melengahkan”.
Dalam pemikiran
filsafat, penerapan akal pikiran (ratio)manusia, dalam islam, bukannya tidak
terbatasi seperti yang berlaku di kalangan pemikir bebas di barat atau timur (free
thinkers atau vrij denkers) melainkan sampai batas-batas atau
dimensi dalam dua arah.
a.
Tidak
emasuki alam uluhiyah yang menyangkut zat Tuhan sendiri, karena akan
membahayakan iman dan keyakinan orang itu sendiri. Bila dipaksakkan maka
hasilnya akan berupa kesimpulan yang “ragu-ragu” (skeptis) atau ilhad
(atheisme).
b.
Tidak
terjerumus ke dalam oportunisme penalaran yang menafikan (meniadakan) kekuasaan
absolut di belakang hejala alam di amatinya, karena bila demikian bahaya akan
timbul atas pemikir itu sendiri. Kesimpulan yang diperoleh dari analisis
pikiran yang bersifat nihilis dalam nilai-nilai kkemanusiaan dan dalam
hubungannya dengan tuhan, juga menghilangkan nilai ketuhanan.
BAB VIII
Manusia dan Proses Pendidikan
Pada masa abad-abad permulaan berdirinya sistem pendidikan
klasikal, tugas kependidikan adalah mencerdaskan daya pikir (intelek) manusia
dengan melalui mata pelajaran “menulis, membaca dan berhitung” atau terkenal
dengan “3 R’ s” (writing, reading and arithmatic). Selain itu tak
terlewatkan juga untuk mencerdaskan otak dan juga mendidik akhak atau
moralitas. selain itu, Karena terjadi rising demands (kebutuhan yang
meningkat), maka perlu juga mendidik kecekatan/keterampilan tangan untuk
bekerja terampil.
Ketrampilan tersebut prinsipnya terletak pada tangan (hand). Pada
akhirnya proses pendidikan itu berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya
tiga hal, yaitu head, heart and hand (3 H’ s).
Proses kependidikan adalah Long Life Education yang dilihat
dari segi krhidupan masyarakat yang dapat dikatakan sebagai proses yang tanpa
akhir.
Bila dilihat dari segi kemampuan pedagogis manusia dipandang
sebagai Homo edukandum, mahluk yang harus dididik, atau bisa disebut animal
educabil, mahluk sebangsa binatang yang bisa dididik. Setiap manusia
memiliki perbedaan kemampuan untuk dididik, oleh sebab itu, fungsi pendidikan
padda hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui prose kependidikan atas diri
pribadi manusia.
Ada dua arah yang menjadi tujuan proses seeksi tersebut, yaitu.
1.
Menyeleksi
bakat dan kemampuan apa saja yang dimiliki manusia untuk selanjutnya
dikembangkan melalui proses kependdikan.
2.
Menyeleksi
sampai dimanakah kemampuan manusia dapat dikembangkan guna melaksanakan tugas
hidupnya dalam hidup bermasyarakat.
Proses
kependidikan manusia adalah usaha yang sistematis dan berencana untuk
menyeleksi kemampuan belajar manusia agar dapat berkembang sampai pada titik
optimal kemampuannya, yaitu mengembangkan potensi kapabilitasnya semaksimal
mungkin, melalui proses belajar mengajar.
Dari segi psikologis,
terjadi suatu pertumbuhan dan perkembangan secara dialektis atau secara
interaksional antara individualitas dan sosialitas serta lingkungan sekitar.
Sehingga terbentuklah suatu proses biologis, psikologis, dan sosiologis
sekaligus dalam waktu bersamaan. Yang dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian
faktor-faktor sebagai berikut.
(Faktor Kemampuan Dasar) X (Faktor
Lingkungan) X (Waktu) adalah
Suatu Tingkatan Perkembangan Manusia
Proses kependidikan
merupakan perkembangan alamiah manusia, yaitu suatu proses yang harus terjadi
terhadap diri manusia. Hal itu merupakan pola perkembangan hidupnya yang telah
ditentukan oleh Allah, atau dikatakan sebagai “sunnatullah”.
Allah berfirman dalam (QS. Al-Mu’minuun:12-14) yang artinya.
“sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dari sari pati tanah,
kenudian Kami jadikannya dari setitik nutfah yang tersipan dalam tempat yang
aman, yang teguh (dalam rahim ibu). Kemudian air mani (nutfah) itu Kami jadikan
‘alaqoh (segumpal darah) kemudian Kami jadikan segumpal daging (mudghah) itu
menjadi tulang belulang). Kemudian tulang belulang itu Kami selimuti dengan
daging. Setelah itu Kami jadikannya suatu bentuk yang lain (yaitu bentuk
manusia), maka berkah Allah maha pencipta yang paling utama”.
Ayat di atas menunjukkan bagaimana manusia berproses dalam
pertumbuhan biologisnya sejak alam periode pranatal, hingga menjadi bentuk
manusia sempurna.
BAB IX
Berbagai Pandangan Tentang Proses Kependidikan
Proses pendidikan adalah suatu prosespengembangan kemampuan dasar
atau bakat manusia dengan sendirnya, sesuai hukum perkembangan, yaitu hukum
kesatuan organis (perkembangan manusia berjalan secara menyeluruh dalam seluruh
organ-organnya, baik jasmani maupun rohani). Fungsi kejiwaan manusia saling
mempengaruhi antara satu sama lain, (yang meliputi pikiran, kemauan, perasaan, ingatan,
dan nafsu-nafsu yang senantiasa berkembang secara menyeluruh, menyatu antara
satu dengan yang lain).
Menurut ahli pedagogi Prof. Drs.A. Sigit, manusia dalam
perkembanganya mengalami proses dalam tiga faktor perkembangan yang saling
mempengaruhi, yaitu faktor pembawaan, faktor lingkungan sekitar, dan faktor
dialektis (proses saling mempengaruhi antara kedua faktor tersebut).
Jadi, taampaklah bahwa faktor lingkungan mempunyai dampak besar
sekali bagi pembentukan pribadi manusia, aliran Empirisme ini menurut aliran
filsafat pendidikan disebut sebagai faktor yang paling dominan dampaknya
terhadap proses perkembangan manusia. Berbeda dengan Nativisme yang
berpandangan bahwa faktor pembaawaan atau bakat serta kemampuan dasar penentu
dari proses perkembangan manusia.
Bila dibandingkan dengan Konvergensi, yang menganggap bahwa proses
pekembangan manusia itu selalu ditentukan oleh perpaduan pengaruh dari faktor
pembawaan (kemampuan dasar) dan faktor lingkungan sekitar, baik yang sengaja
(seperti pendidikan) maupun yang tidak disengaja, seperti pergaulan dan
lingkungan alam yang selalu berproses secara interaksi dalam pembentukan watak
dan kepribadian manusia. yang perlu diperhatikan adalah bagaimana proses
tersebut dapat diarahkan kepada tujuan yang diinginkan oleh peradaban
masyarakat.setiap manusia memiliki sifat individualitas dan sosialitas sebagai
mahluk tuhan baru terbentuk dengan utuh (integrated) bila dlandasi
dengan faktor moralitas (kemampuan bersusila).
Berbeda dengan pandangan di atas, islam yang penuh dengan ajaran
etis dan normatif yang bertolak dari asas hidup dalam perikeseimbangan
sepenuhnya menghargai potensi rohaniah dan jasmaniah manusia bagi kehidupan di
alam nyata ini. Pandangan islam lebih bercorak konvergensi daripada empiris dan
nativis karena mengakui adanya pengaruh internal keimanan dalam pribadi dan
pengaruh eksternal yang berupa kegiatan sosial dalam mayarakat.
Firman Allah,
sebagai pegangan dalam menganalisis hakikat manusia.(QS. Ali-Imran:112)
ضُرِبَتْ
عَلَيْهِمُ الذِّلَّةَ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْآ اِلاَّ بِحَبْلٍ مِّنَ اللهِ وَحَبْلٍ
مِنَ النَّا سِ ....(آل عمران : 112)
Artinya : “ditimpakan kehinaan kepada mereka dimanapun
berada, kecuali mereka yang mengadakan ikatan hubungan dengan Allah dan
(sekaligus) membentuk tali hubungan sdengan sesame manusia (masyarakat)”.
Lain halnya dengan pandangan pragmatisme dalam kependidikan,
seperti yang dikemukakan oleh John Dewey (AS), bahwa “Education is the
process without end” (pendidikan adalah proses tiada akhir) dan proses itu
berlangsung dalam berbagai tujuan, yaitu sebagai berikut.
a.
Proses
transmisi dan transformasi kultural (kebudayaan) dari generasi ke generasi
b.
Proses
komunikasi karena masyarakat terbentuk dalam siste komunikasi
c.
Proses
direksi (pengarahan) terhadap lingkungan sekitar
d.
Proses
konservasi dan progresif, yaitu mengawetkan kebudayaan dan memajukan kebudayaan
sekitar
e.
Proses
rekapitulasi dan rekonstruksi: proses pengulangan kebudyaan nenek moyang
manusia dan sekaligus menyusun kembali (reogarnize)pengalaman yang akan
memperbesar abilitas (kecakapan) mengarahkan proses pengalaman
berikutnya
Education by process ini bertujuan
untuk memberikan pengalaman empiris kepada anak didik sehingga terbentuklah
suatu pribadi yang “belajar dan berbuat” (learning by doing). Pandangan
islam bahwa segala kejadian ini, termasuk kejadian manusia, diberlakukan oleh
tuhan suatu proses kehidupan. Maka tak dapat diingkari lagi bahwa implikasi
pandangan islam demikian mengandung pemikiran progresivisme, karena proses yang
terjadi pada “kejadian” dalam kehidupan ini bertendensi kearah kemajuan secara
tahap demi tahap menuju ke arah kesempurnaannya sebagai titik optimalnya.
Dibawah ini firman allah yang dapat dijadikan sumber pandangan progresivisme.
مَا لَكُمْ لاَتَرْجُوْنَ ِللهِ وَقَارًا.
وَقَدْ خَلَقَكُمْ اَطْوَارًا (نوح :14- 13)
Artinya: “mengapa kamu tidak mempercayai
kebesaran Alla, padahal Dia menjadikan kamu melalui proses setingkat demi
setingkat. (QS. Nuh- 13-14).
Akhirnya kita dpat menyimpulkan bahwa: Untuk mencapai titik optimal
perkembangan dan pertumbuhan, manusia harus menempuh proses kependidikan yang
berlangsung secara progresif di atas kemampuan dasar masing-masing, Proses itu
diperlancar dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik yang disengaja seperti
pendidikan maupun seperti yang tidak disengaja seperti alam sekitar atau
pergaulan sosialnya.
BAB X
Kemampuan Belajar Manusia
Membahas kemampuan mengetahui dan mengenal, tidak dapat terlepas
dari filsafat dalam bidang Epistemologi. Kemampuan manusia terbentuk karena
adanya realita sebagai objek pengamatan indra.
Filsafat yang beraliran idealisme memandang baha realita itu bukan
hakikat kebenaran yang ditangkap oleh panca indra manusia. Pencetus aliran ini
seorang ahli filsafat kuno di Yunani; antara lain Plato, yang kemudian
berkembang luas.
Cabang aliran idealisme ini misalnya berupa aliran paham
Spiritualisme (serba roh), panpsychisme (segala sesuatu berasal dari
jiwa), dan Rationalisme (ratio/akal yang dapat menemukan kebenaran hakiki).
Pengertian tentang realita di alam ini, menurut aliran idealisme adalah sebagai
suatu kekuatan yang memiliki corak dan sifat kongruen (sesuai) dengan
jiwa. Makna jiwa menurut aliran idealisme.
a.
Suatu
kekuatan yang ada di dalam diri manusia yang mampu mendorong timbulnya
kebudayaan serta dapat meresapinya.
b.
Suatu
kekuatan yang dapt di objektifkan (dinyatakan) dalam bentuk kebudayaan itu. Jiwa
yang di objektifkan itu akhirnya meluas pengaruhnya kepada pembentukan jiwa
bangsa (folk geist).
Kesimpulannya
adalah semua kenyataan itu senantiasa kongruen dengan alam ide, yaitu
suatu alam kejiwaan. Kejiwaan yang dapan menentukan realita ini, oleh
aristoteles disebut dengan entelichie (suatu kekuatan rohaniah yang
bekerja dari dalam dan bersemayam di dalam segala kenyataan itu.
Paham filsafat
idelisme pada abad ke-20 ini, banyak aliran idealisme yang mempunyai corak
khusus, yaitu.
a.
Idealisme
subjektif : individu manusia itulah yang menjadi produsen (penghasil)
kenyataan. Tokohnya yaitu Berkeley
b.
Idealisme
objektif : roh manusia hanyalah bagian dari “roh umum” yang menggerakkan alam
nyata ini, sehingga jiwa individual itu tidak berfungsi lagi karena roh umum
bersifat transendent (menembus, mengatasi segalanya).
c.
Idealisme
rasionalistis : jiwa adalah akal pikiran manusia. Tokohnya Hegel
d.
Idealisme
religius : kenyataan ini didasarkan atas ajaran agama (islam, yahudi dan
kristen).
Panca indra
manusia merupakan pintu gerbang dari pengetahuan yang makin berkembang. Oleh
sebab itu manusia harus menggunakannya untuk menggali pengetahuan, Allah
berfirman dalam (Qs. Al-Isra’ :36)
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ اِنَّ السَّمْعَ وَاْلبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ اُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُلاً (الاسرآء : 36)
Artinya: “Dan janganlah kamu ikut-ikutan saja
tentang hal-hal yang kau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, hati dan semuanya akan dimintai tanggung jawabnya
tentang hal itu.”
di dalam islam dikenal adanya “fitrah”,
yaitu kemampuan dasar beragama yang dalam perkembangannya bagi seseorang banyak
dipengaruhi oleh langkah-langkah pendidik. Manusia memiliki faktor potensial
yang disebut “insting” (gharizah) bagaimanapun dipengaruhi dari luar
untuk dibentuk menjadi yang lain ataupun dihapuskan sama sekali, tetap bertahan
dalam eksistensinya.
Firman Allah dalam (QS. Ar-Ruum :30) yang
artinya sebagai berikut.
“maka hadapkanlah wajahmu kepada agama
dengan secara lurus, twtaplah pada fitrah Allah, yang telah menciptakan manusia
di atas fitrah itu. Tidak ada yang dapat mengubah fitrah Allah.(itulah) agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
Naturalism, yaitu suatu paham yang
menganggap bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta yang lahiriah
ini, tidak ada alam lain di balik alam nyata ini. Islam mengajarkan kita agar tidak menyerah kepada pengaruh
lingkungan alam dimana kita hidup dan berkembang.
Dilihat dari segi mental psikologis, dalam
diri manusia telah diberikan suatu kekuatan/kemampuan rohaniah untuk memilih
alternative mana yang baik dan mana yang buruk. Tertuang dalam firman Allah
(QS. Asy-Syams : 7-10) yang artinya “Demi jiwa dan apa yang
menyempurnakanmu, maka Allah mengilhamkannya (dengan kemampuan) memilih jalan
yang buruk dan jalan ketaqwaannya, sungguh beruntung orang yang membersihkan
jiwanya dan sungguh rugilah orang yang mengotorinya”.
Kemampuan belajar seseorang telah ditetapkan
oleh Tuhan sebagai suatu kemampuan ikhtiariahnya sendiri melalui proses belajar
mengajar dalam berbagai cara, dimulai dari sejak lahir sampai meninggal dunia (long
life edication).
Pandangan Ontologis (filsafat tentang
realitas alam dn yang ada di balik alam nyata), menurut islam adalah bersumber
pada kekuatan yang tunggal, yaitu Allah yang menciptakannya. Realitas yang
ditangkap oleh pengetahuan manusia sangat terbatas, tidak mampu menjangkau apa
yang dirahasiakan Tuhan sendiri seperti tentang roh dan dzat Allah sendiri. Dan
disini Islam tidak sejalan dengan pragmatisme yang ciri fundamentalnya adalah
sekularisme (nilai-nilai yang dipegang hanya yang sesuai dengan kultur
msyarakat) apa yang berguna bagi masyarakat adalah menjadi ukuran baik dan
buruknya proses belajar dan mengajar. Sedangkan islam meletakkan system
nilai-nilai absolut (yang bersifat tetap dan normatif) yang digariskan oleh
Tuhan dalam Al-qur’an dan Hadits sebagai sumbernya.
BAB XI
Kurikulum dalam Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu tugas pokok Filsafat Pendidikan Islam adalah memberikn
kompas atau arah dan tujuan pendidikan islam. Tujuan pendidikan islam yang
hendak dicapai harus direncanakan(diprogramkan) dalam kurikulum.
Adapun pengertian harfiah kata “kurikulum” berasal dari bahasa
latin, a little racecourse (suatu
jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga), yang kemudian dialihkan
kedalam pengertian pendidikan menjadi circle
of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran, dimana guru dan murid
terlibat di dalamnya. Kurikulum bukan merupakan sekedar rangkaian ilmu
pengertahuan yang diajarkan dalam kelas, melainkan menyangkut juga semua hal
yang mempengaruhi proses belajar mengajar.
Dalam kaitan dengan pengetahuan apa sajakah yang harus diajarkan
dan dipelajari didalam proses pendidikan dalam rangkai mencapai tujuan yang
ditetapkan, berikut beberapa pandangan dari para filsof.
1.
Herman
H. Horne berpendapat bahwa substansi apa yang harus dimasukkan didalam
kurikulum itu merupakan isi kurikulum, yaitu :
a.
The
ability and needs of children (kemampuan yang diperoleh dari belajar dan
kebutuhan anak didik) dapat diketahui dari psikologi.
b.
The
legitimate demands of society ( tuntutan yang sah dari masyarakat ) .diketahui
dari sosiologi
c.
The
kind of universe in which we live (keadaan alam semesta dimana kita hidup) dari
filsafat.
2.
Al
Ghazali, ahli tasawuf pada abad ke-5 H (450 H). atau tahun 1058 M. diberi gelar
hujjatul Islam. Beliau membagi
menjadi tiga kelompok ilmu pengetahuan
yang terlarang dipelajari atau wajib dipelajari oleh peserta didik, yaitu.
a.
Ilmu
yang tercela, banyak atau sedikit. Karena tidak ada manfaatnya.
b.
Ilmu
yang terpuji, banyak atu sedikit. Harus dipelajari karena akan membawa orang
kepada jiwa yang suci.
c.
Ilmu
terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh dipahami, misalnya ilmu filsafat
Dari ketiga ilmu tersebut, Al Gazali membagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu.
1)
Ilmu
yang fardhu (wajib), yaitu ilmu agama, ilmu yang bersumber dari kiitab suci
Allah.
2)
Ilmu
fardu kifayah, misalnya ilmu hitung, ilmu kedokteran, dll.
Al Gazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus
dipelajari disekolah.sebagai berikut.
a)
Ilmu
Al-qur’an dan ilmu Agama
b)
Sekumpulan
bahasa (nahwu, mahraj serta lafadz-lafadznya, dll)
c)
Ilmu-ilmu
fardhu kifayah (kedokteran, ilmu hitung, dll)
d)
Ilmu
kebudayaan (sya’ir, sejarah, dll)
3.
Ibnu
Sina, seorang filosof dan ahli kedokteran muslim yang dilahirkan pada tahun 985
M di Afsyanah, dekat Bukhara. Beliau berpendapat bahwa ilmu pengetahuan itu ada
dua jenis, yaitu ilmu nazhori (teoretis) dan ilmu amali (praktis). Yang
tergolong ilmu dazhori ialah ilmu alam dan ilmu riyadhi (ilmu urai atau
matematika)
Ilmu Illahi
(ketuhanan) ilmu yang mengandung tentang I’tibar tentang wujud kejadian alam
dan seisinya melalui penganalisaan yang jelas dan jujur sehingga diketahui
siapa penciptanya.
Ilmu amali
(praktis) adalah ilmu yang membahas tentang tingkah laku manusia dilihat dari
segi tingkah laku individualnya. Menyangkut juga tentang ilmu akhlak.
4.
Ibnu
Khaldun, seorang ahli filsafat dan sosiologi dilahirkan di Tunis pada tahun 732
H atau 1332 M.
a.
Ilmu
lisan (bahasa) yaitu ilmu lughah, bahwu, bayan, dan sastra (adab) atau bahasa
yang tersusun secara puitis(sya’ir)
b.
Ilmu
naqli, yaitu ilmu yang di ambil dari kitab suci dan sunnah nabi.
c.
Ilmu
aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya pikir atau
kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.
Dari segi kepentingan nya untuk para pelajar, Ibn Khaldun
mengklasifikasikan ilmu menjadi.
a)
Ilmu
syar’iyah dengan semua jenisnya
b)
Ilmu
fisafat seperti ilmu alam dan ketuhanan
c)
Ilmu
alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu lughah, nahwu,dsb
d)
Ilmu
alat yang membantu ilmu filsafat seperti ilmu mantiq (logika)
5.
Ikhwanussofa,
adalah suatu perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang lebih
banyak memperhatikan masalah kependidikan.
Diantara pendirian ikhwanussofa
tentang masalah kependidikan adalah sebagai berikut.
a.
Mencari
ilmu adalah wajib, karena dengan ilmu manusia dapat mendekatkan diri kepada
tuhan, dan dapat mengenal-Nya serta beribadah kepada-Nya.
b.
Mengajarkan
ilmu kepada orang lain adalah wajib.
c.
Mencari
ilmu harus berlangsung sam[pai usia 50 tahun
d.
Guru
harus memperhatikan kecenderungan anak dan kemampuan anak dalam menagajar.
Ilmu yang harus diajarkan tidak lain
adalah ilmu pengetahuan duniawi dan ukhrawi .
Menurut kilpatrick, suatu kurikulum yang baik perlu didasarkan
kepada tiga prinsip.yaitu:
1.
Meningkatkan
kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang sekolah.
2.
Menjadikan
kehidupan aktual anak ke arah
perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan menyeluruh (all round
living).
3.
Mengembangkan
aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas eberhasilan sekolah,
sehingga anak didik mampu berkembang dalam kemampuannya yang aktual untuk aktif
memikirkan hal-hal baru yang baik untuk diamalkan.
BAB XII
Metode dalam Pendidikan Islam
Dalam pengertian letterlijk, kata metode berasal dari bahasa Greek
yang terdiri dari meta yang berarti “melalui”, dan hodos yang berarti “jalan”.
Dan digabungkan menjadi “jalan yang dilalui”. Metode memiliki fungsi ganda,
yang bersifat polipragmatis dan mono pragmatis.
1.
Metode
dalam Pendidikan atau Pengajaran
Ada anggapan bahwa pendidikan dan pengajaran itu berbeda, padahal
sejatinya pendidikan itu sudah mencakup pengajaran di dalamnya. Pendidikan
lebih menitik beratkan pada kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
sedangkan pengajaran lebih menitik beratkan kemampuan maksimal intelektual
dalam menerima, memahami, menghayati dan menguasai serta mengembangkan ilmu
pengetahuannya.
Metode diartikan sebagai “cara” mengandung arti fleksibel
(lentur)sesuai situasi dan kondisi, dan mengandung implikasi “mempengaruhi”
serta ssaling ketergantungan antara pendidik dan peserta didik. Tujuan
mempergunaan suatu metode yang paling tepat dalam pendidikan ialah untuk
memperoleh efektivitas dari kegunaan metode itu sendiri.
2.
Metode
tang dipergunakan dalam pendidikan islam
Berikut beberapa ahli dan metode yang digunakan dalam pendidikan
islam.
a.
Al
Ghazali
Beliau menyatakan “secara potensial,
pengetahuan itu ada di dalam jiwa manusia bagaikan benih di dalam tanah. Dengan
melalui belajar potensi itu barru menjadi aktual.” Dalam hal mendidik, Al
Ghazali mengambil sistem yang berasaskan keseimbangan antara kemampuan rasional
dengan kekuasaan Tuhan, antara kemampuan penalaran dengan pengalaman mistik
yang memberikan ruang bekerjanya akal pikiaran, dan keseimbangan antara
berpikir deduktif logis dengan pengalaman empiris manusia.
b.
Ibn
Khaldun (tunisia, 1332 M/732H seorang ahli sejarah dan sosiologi)
Menurut beliau,
metode yang digunakan harus bersifak psikologs.misalnya mengajarkan Al-Qur’an
kepada anak yang harus diakhirkan setelah mengajarkan bahasa arab dan sastra
atau berhitung. Menurutnya bahwa dalam Proses Belajar Mengajar (pendidikan)
akal pikiran manusia menjadi potensi psikologis yang utama
c.
Ibn
Sina (lahir pada tahun 985 M)
Pendidikan yang ditekankan beliau
adalah pendidikan moral. Menunjukkan bahwa paham ibn sina dalam pendidikan
adalah idealisme. Metode-metode yang digunakan dalam mendidik akhlak anak
antara lain adalah metode pembiasaan, perintah dan larangan, dll.
3.
Prinsip-prinsip
metodologis dalam Al-Qur’an
Terdapat tiga sistem pendekatan metodologis, yaitu.
a.
Pendekatan
psikologis (aspek rasional atau intelektual)
b.
Pendekatan
sosiokultural (manusia sebagai mahluk sosial)
c.
Pendekatan
scientific (manusia dikaruniai daya (potensi) untuk menciptakan sesuatu
yang baru untuk dikembangkan)
Ada beberapa aspek yang kemungkinan pertumbuhan dan perkembangan
manusia itu pada hakikatnya tercermin dalam gaya bahasa khitbah tuhan
yang bersifat direktif, diantaranya.
1)
Mendorong
manusia untuk menggunakan akal pikirannya untuk menelaan dan mempelajari
gejala-gejala kehidupan di alam semesta ini.
2)
Metode
mendidik secara berkelomppok yang dapat disampaikan dengan metode mutual
education.
3)
Metode
pendidikan dengan menggunakan cara instruksional, yaitu bersifat mengajar yang
lebih menitikberatkan ada kecerdasan dan pengetahuan.
4)
Dll.
BAB XIII
Tujuan Pendidikan Islam
Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya
adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam priibadi
manusia yang diinginkan. Sedangkan tujuan pendidikan islam adalah tujuan yang
merealisasikan idealitas islami (yang pada hakikatnya adalah mengandung nilai
perilaku manusia yang didasari dan dijiwai oleh iman kepada Allah SWT.
Adapun dmensi kehidupan yang mengandung nilai ideal islami dapat
kita kategorikan kedalam tiga macam, yaitu:
1.
Dimensi
yang mengandung nilai yang meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia.
2.
Dimensi
yang mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih
kehidupan di akhirat yang membahagiakan.
3.
Dimensi
yang mengandung nilai yang dapat memadukan (mengintregasikan) antara kehidupan
duniawi dan ukhrowi.
Duniawi, bagi islam mengandung nilai ukhrowi karena dengan amal
baik di dunia. sedangkan ukhrawi adalah tujuan akhir kehidupan manusia muslim.
Oleh karena itu, tujuan akhir pendidikan islam berada di dalam
garis yang sama dengan misi tersebut, yaitu membentuk kemampuan dan bakat
manusia agar mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan.
1.
Berbagai
Komponen Tujuan
Secara teoretis dapat dibedakan
sebagai berikut.
d.
Tujuan
Normatif
Suatu tujuan yang harus dicapai
berdasarkan kaidah-kaidah (norma-norma) yang mampu mengkristalisasikan
nilai-nilai yang hendak diinternalisasikan. Mencakup :
(tujuan formatif, selektif,
determinatif, integratif dan aplikatif).
e.
Tujuan
fungsional
Untu memfungsikan daya kognitif,
afektif dan psikomotor. Meliputi (tujuan individual, sosial, moral dan
profesional).
f.
Tujuan
operasional
Sasarannya adalah teknis manajerial.
Meliputi (tujuan umum atau tertinggi, intermediar, partial, insidental dan
tujuan khusus).
2.
Formulasi
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan islam merupakan cita-cita ideal yang mengandung
nilai islami terhadap mana proses kependidikan diarahkan.
Pendidikan islam secara filosofis berorientasi kepada nilai-nilai
islami yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan selaku manusia sebagai
“khalifah” dimuka bumi,yaitu.
a.
Menanamkan
sikap hubungan yang seimbang dan selaras dengan tuhannya.
b.
Membentuk
sikap yang harmonis, selaras dan seimbang dengan masyarakat.
c.
Mengembangkan
kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam yang
telah diciptakan oleh Allah SWT.
Tujuan pendidikan islam meletakkan tekanan pada kemampuan manusia
untuk mengelola dan memanfaatkan potensi pribadi, sosial dan alam sekitar bagi
kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan pendidikan umum hanya ingin menggapai
duniawi yang sejahtera.
BAB XIV
Sistem Nilai dan Moral Islami
Nilai dan Moral Islami adalah suatu keseluruhan tatanan yang
terdiri dari dua atau lebih yang saling mempengaruhi, bekerja dalam satu
kesatuan, yang berorietasi pada nilai dan moralitas islami.
Berikut nilai-nilai yang tercakup didalam sistem nilai islami yang
merupakan subsistem, yaitu sebagai berikut.
a.
Sistem
nilai kultural yang senada dan senapas dengan Islam
b.
Sistem
nilai sosial yang dapat berorientasi kepada kehidupan sejahtera di dunia dan
bahagia di akhirat.
c.
Sistem
nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang didorong oleh
fungsi-fungsi psikologisnya untuk berperilaku secara terkontrol oleh nilai yang
menjadi sumber rujukannya. Yakni islam. Dll
Sistem moral islami, menurut Sayyid Abul
A’la Al-Maududi, memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1)
Keridhoan
Allah merupakan tujuan hidup muslim.
2)
Semua
lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral slami, sehingga
dapat menguasai penuh semua urusan manusia.
3)
Islam
menuntut manusia untuk melaksanakan sistem kehidupan yang didasarkan atas
norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan.
Fungsi nilai islam yang absolut adalah menuntut dan mengerahkan
nilai-nilai kultural yang kualitasnya bersifat relativistis, yaitu nilai yang
bergantung pada situasi dan kondisi perkembangan kebudayaan manusia.
1.
Nilai-nilai
yang berkualitas relatif
Nilai-nilai moral dan etika menurut
paham ini, bersifat relatif, tidak mutlak, dan berubah-ubah tergantung pada
waktu dan tempat. Yang menjadi alat pemenuhan kebutuhan mental budaya manusia
itu sendiri. Sehingga yang baik dan buruk tak lagi dipermaslahkan. Penalaranlah
yang menentukan baik atau buruk, benar atau slah.
2.
Paham
Naturalisme, Pragmatisme, dan Idealisme
Paham naturalisme berorientasi pada
naturo-centris (berpusat pada alam),kepada tubuh jasmaniyah, pancaindra dan
pada hal yang bersifat aktual (nyata).
Paham pragmatisme berorientasi pada
pandangan antroposentris (berpusat pada manusia), kepada batin manusia,
kemampuan kreatifitas dan pertumbuhan manusia.
Paham Idealisme berorientasi pada
ide-ide yang teosentris (berpusan kepada Tuhan), kepada jiwa (soul), kepada
spiritualitas, kepada hal-hal yang ideal (serba cipta), kepada norma-norma yang
mengandung kebenaran mutlak.dan kesediaan berkorban serta kepada personialitas
(kepribadian) manusia.
3.
Paham
idealisme islam tentang sistem nilai dan moralitas
Menurut DR. Mohammad Fadhil Al
Djamaly, pembentukan kepribadian peserta didik harus diarahkan kepada
sasaran-sasaran berikut.
a.
Pengembangan
iman
b.
Pengembangan
mempergunakan akal (berpikir)
c.
Pengembangan
potensi berakhlak mulia dan berkomunikasi dengan baik
BAB XV
Manusia dan Fitrah Perkembangan
Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan
rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang dapat menentukan
sampai mana titik optimal kemampuan seorang insan.
Untuk mencapai kemampuan yng optimal, pasti ada metode ikhtiariyah
yang bermacam-macam. dalam Al-Qur’an QS. An-Najm ayat 39 yang artinya “bahwa
seseorang tidaklah akan memperoleh selain apa yang telah diusahaknnya.”
1.
Individualisasi
dan Sosialisasi
Didalam diri manusia terdapt yang namanya fitrah yaitu kemampuan
berpikir manusia dimana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat
keseimbangannya.
Fitrah diartikan kemampuan dasar untuk berkembang dalam pola dasar
keislaman karena faktor kelemahan diri manusia sebagai ciptaan tuhan yang harus
berserah diri kepada-Nya. Didasarkan atas firman Allah dalam (QS. Ar Ruum : 30)
yang artinya “maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya
(sesuai dengan kecenderungan asli). Itulah fitrah Allah, yang Allah menciptakan
manusia di atas fitrah itu, taka ada perubahan atas fitrah ciptaan-Nya, itulah
agama yang lurus, namun kebanyakan orang tidak mengetahuiya.”
2.
Pengembangan
kepribadian
Menurut Fillmore H. Sandford, kepribadian merupakan susunan yang
unik dari sifat-sifat seseorang yang berlangsung lama.
Bagi kaum iealis, kepribadian seseorang sebagai sasaran proses
kependidikan dijadikan tolok ukur keefektifan nilai dari sistem kependidikan.
Bagi mereka kehidupan yang realisasinya membentuk tujuan hidup dan belajar yang
benar adalah berupa watak (karakter), keadilan sosial, ketrampilan, seni,
cinta, pengetahuan, filsafat, dan agama.
3.
Kepribadian
Muslim
Imam besar Al Azhar, Mahmud Syaltut membedakan kepribadian islam
menjadi dua kategori, yaitu kepribadian yang bersumber dari perasaan
(Syakhsijah al hassijah) dan kepribadian yang bersumber dari identitas (syakhshiyyatul
Maknawiyyah).
Menurut syaltut, menurut sumbernya dibagi menjadi 3 macam.
a.
Kepribadian
bangsa
b.
Kepribadian
kemanusiaan; dan
c.
Kepribadian
kewahyuan
4.
Proses
Internalisasi Nili-Nili Islami
Dapat dilakukan melalui dua macam, yaitu.
a.
Pendidikan
yang dilakukan sendiri (self education)
b.
Pendidikan
melalui orang lain (education by another) melalui kerjasama.
BAB XVI
Penutup
Sistematika filsafat pendidikan islam masih dalam proses penataan
yang akan menjadi kompas bagi pengembangan teorisasi pendidikan islam
selanjytnya. Analisis filosofis filsafat pendidikan islam bertumpu pada hal-hal
sebagai berikut.
1.
Sumber-sumber
filsafat pendidikan islam berisi informasi dasar kewahyuan (relatif) yang
telah tersedia dalam kitab suci Al-Qur’an.
2.
Untuk
merealisasikan cita-cita islami, metode merupakan suatu faktor pelancar dari
proses kependidikan.
3.
Ada
tiga macam permasalahan pendidikan islam dilihat dari analisis filosofis,
sebagai berikut.
a.
Permasalahan
content (isi) pendidikan islam.
b.
Metode
juga amerupakan permasalahan yang memerlukan analisis-filosofis.
c.
Tujuan
pendidikan (aim of education)
4.
Aliran
paham kefilsafatan dalam pendidikan yang ada sampai kini, menunjukkan adanya
aspirasi kelompok manusia yang pada dasarnya menginginkan realisasi nilai-nilai
kemanusiaan kedalam berbagai aspek kehidupan manusia. Ada beberapa aliran
sebagai berikut.
a.
Aliran
progresivisme
b.
Aliran
essensialisme
c.
Aliran
perenialisme
d.
Aliran
rekonstruksionisme
:::Semoga Bermanfaat:::
aminn
BalasHapussemoga bermanfaat
trimakasih kak
oke kak...
BalasHapusWhy did casino apps suck? Casino bonus offers 2021 - DrmD
BalasHapus› 다파벳 gambling-promotional › gambling-promotional Casino 경산 출장안마 bonus offers 경기도 출장안마 2021 - 전주 출장샵 The best casino bonuses for December 2021. Find out why the online gambling industry is so popular right 김천 출장안마 here.